Dewan Bangsawan (bahasa Inggris: House of Lords) adalah sebutan bagi majelis tinggi dalam Parlemen Britania Raya. bersama majelis tinggi dan majelis rendah (Dewan Rakyat Britania Raya) membentuk Parlemen Kerajaan Bersatu. Sekarang ini, jumlah kursi House of Lords (800) melebihi jumlah kursi House of Commons (650).
Dewan Bangsawan Britania Raya dan Irlandia Utara | |
---|---|
Jenis | |
Jenis | |
Pimpinan | |
Ketua | John McFall, Baron McFall dari Alcluith sejak 1 Mei 2021 |
John Gardiner, Baron Gardiner dari Kimble sejak 11 Mei 2021 | |
, Baron dari True, Konservatif sejak 6 September 2022 | |
, Baron Ashton dari Hyde Ke-4, Konservatif sejak 26 Juli 2019 | |
, Baroness Smith dari Basildon, Buruh sejak 27 Mei 2015 | |
, Baron Kennedy dari Southwark, Buruh sejak 1 Juni 2021 | |
Anggota | 780 |
Tempat bersidang | |
Aula Dewan Bangsawan Istana Westminster Westminster London | |
Situs web | |
www | |
L • B |
Nama resmi untuk House of Lords adalah ''The Right Honourable the Lords Spiritual and Temporal of the United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland in Parliament assembled (translasi literal: Yang Termulia Bangsawan Keduniawian dan Spiritualitas Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara dalam Parlemen yang bersidang). Gelar formal untuk anggota House of Lords adalah "Yang Termulia Bangsawan ... dari ..." (The Right Honourable the Lord ... of ...). Bangsawan yang menjadi anggota badan penasihat berhak menambahkan gelar "PC" yang ditulis setelah nama lengkap. Semua anggota Privy Council juga berhak atas gelar The Right Honourable.
Hasil pemungutan suara di House of Commons 7 Maret 2007 memutuskan penggantian anggota House of Lords dengan anggota yang dipilih lewat pemilihan umum (dengan opsi 100% hasil pemilu atau 80% hasil pemilu dan 20% hasil pengangkatan). Namun seminggu kemudian, House of Lords menolak usulan tersebut, dan memutuskan seluruh anggota House of Lords tetap berasal dari pengangkatan.
Sejarah
Parlemen Kerajaan Bersatu Britania Raya berasal dari dewan penasihat raja pada abad pertengahan. Pada waktu itu, anggota dewan kerajaan terdiri dari rohaniwan, bangsawan, dan perwakilan dari pemerintah lokal yang disebut county (daerah administrasi borough juga kemudian mengirimkan wakilnya). Parlemen pertama yang dimiliki Kerajaan Bersatu (1295) terdiri dari uskup agung, uskup, kepala biara, bangsawan bergelar Earl dan Baron, dan wakil-wakil dari daerah-daerah administrasi shire dan borough. Kekuasaan parlemen berkembang secara lambat, serta bisa berkurang atau bertambah bergantung kondisi kerajaan yang sedang menguat atau melemah. Pada masa pemerintahan , kekuasaan kalangan bangsawan lebih kuat dari kekuasaan istana, tetapi sebaliknya wakil-wakil dari shire dan borough sama sekali tidak berdaya. Pada tahun 1322, kekuasaan parlemen untuk pertama kali diakui bukan oleh piagam kerajaan, melainkan dengan undang-undang yang disahkan oleh parlemen sendiri. Perkembangan penting terjadi pada masa pemerintahan yang mewariskan tahta dari Raja Edward II. Pada masa pemerintahan Raja Edward III, Parlemen Kerajaan Bersatu mulai menggunakan sistem dua kamar yang terpisah. Majelis rendah yang disebut House of Commons yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah administrasi shire/borough, dan majelis tinggi House of Lords yang terdiri dari pendeta senior dan bangsawan. Sepanjang abad ke-15, kekuasaan majelis rendah dan majelis tinggi juga berkembang melebihi kekuasaan yang pernah dimiliki sebelumnya. Majelis tinggi (House of Lords) jauh lebih berkuasa dari majelis rendah (House of Commons) karena pengaruh kuat kalangan aristokrat dan wali gereja.
Kekuatan kalangan bangsawan mengalami kemunduran selama perang saudara pada akhir abad ke-15 yang disebut Perang Bunga Mawar. Kalangan bangsawan banyak yang tewas di medan pertempuran atau dihukum mati. Selain itu, tanah milik kalangan bangsawan banyak yang jatuh ke tangan pihak kerajaan. Akibat perang tersebut, pihak kerajaan mengambil alih kekuasaan yang selama ini berada di kalangan bangsawan. Dominasi kerajaan terus berkembang semasa berkuasanya Dinasti Tudor pada abad ke-16. Kekuasaan pihak kerajaan mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan (1509-1547).
Walaupun House of Lords tetap lebih berkuasa dari House of Commons, majelis rendah terus mengembangkan pengaruhnya hingga kedudukannya menjadi sama tinggi dengan House of Commons pada pertengahan abad ke-17. Pertentangan antara Raja dan Parlemen (sebagian besar dengan House of Commons) akhirnya menjadi penyebab Perang Saudara Inggris sepanjang dekade 1640-an. Setelah kekalahan yang menyebabkan dirinya dihukum mati, pemerintahan republik yang disebut Persemakmuran Inggris dibentuk tahun 1649. Namun pemerintahan pada praktiknya berada di tangan Oliver Cromwell. House of Lords hanya tinggal lembaga tanpa kekuasaan, sementara Cromwell dan pendukungnya di House of Commons mendominasi pemerintahan. Pada 19 Maret 1649, House of Lords dihapus berdasarkan Akta Parlemen yang mendeklarasikan, "Rakyat Inggris [menyadari] melalui pengalaman yang sudah terlalu lama bahwa House of Lords tidak berguna dan berbahaya bagi orang Inggris." House of Lords tidak lagi bersidang hingga parlemen yang dikenal sebagai bersidang pada tahun 1660 dan kekuasaan monarki dipulihkan. Kedudukan House of Lords juga dipulihkan dan berada di atas House of Commons hingga pada abad ke-19.
Sejumlah perubahan terjadi di dalam House of Lords pada abad ke-19. Jumlah kursi dalam majelis yang sebelumnya hanya sekitar 50 menjadi bertambah banyak akibat kemurahan dan penerusnya dalam memberikan posisi sosial dan gelar-gelar kebangsawanan. Kekuasaan House Lords berkurang, dan sebaliknya kekuasaan House of Commons bertambah besar. Perkembangan penting menyangkut superioritas majelis rendah terjadi dalam bentuk . Pada waktu itu, sistem elektoral yang digunakan House of Commons tidak bisa disebut demokratis. Besar elektorat sangat dibatasi status tanah, sedangkan batas-batas daerah pemilihan sudah berabad-abad tidak diperbarui. Kota-kota seperti Manchester misalnya, tidak memiliki seorang wakil pun di majelis rendah, tetapi 11 pemilih dari berhak mempertahankan hak pilihnya sejak zaman kuno untuk memilih 2 anggota parlemen.
House of Commons sebanyak dua kali meloloskan Akta Reformasi pada tahun 1831 dan 1832, tetapi kedua-duanya ditolak House of Lords. Perdana Menteri menyarankan raja untuk menambah sekitar 80 bangsawan baru yang proreformasi di majelis tinggi. Sikap yang mulanya menentang usulan tersebut akhirnya melunak. Sebelum raja menambah bangsawan baru di House of Lords, anggota penentang rancangan undang-undang mengambil sikap abstain sehingga RUU tersebut bisa lolos.
Status House of Lords kembali menjadi perdebatan setelah terpilihnya pemerintah liberal pada tahun 1906. Pada tahun 1909, Menteri Keuangan Britania Raya David Lloyd George mengusulkan anggaran belanja yang disebut . Anggaran belanja tersebut mengusulkan pajak tanah dengan target pemilik tanah yang kaya raya, dan usulan tersebut sudah tentu ditolak oleh House of Lords. Kaum liberal kembali terpilih dengan kemenangan tipis pada bulan Januari 1910 setelah mengangkat masalah House of Lords dalam kegiatan kampanye mereka. Perdana Menteri H. H. Asquith mengusulkan agar kekuasaan House of Lords dikurangi secara drastis. Setelah pemilihan umum bulan Desember 1910, Pemerintah Asquith mensahkan Undang-undang Parlemen 1911 yang menghapus kekuasaan House of Lords untuk menolak undang-undang, atau melakukan amendemen dalam cara yang tidak diterima House of Commons.
Komposisi kursi House of Lords yang sebelumnya didominasi anggota yang mewariskan kursi secara turun temurun ikut berubah setelah disahkannya tahun 1958 (Life Peerages Act 1958). Gelar bangsawan yang ditetapkan Life Peerages Act 1958 berlaku untuk seumur hidup, tetapi gelar bangsawan yang termasuk kategori life peer tidak bisa diwariskan. Kursi bangsawan di House of Lords yang hanya dijabat seumur hidup secara bertahap bertambah, walaupun tidak konstan. Pada tahun 1968, pemerintah partai buruh Harold Wilson berusaha melakukan pembaruan di House of Lords dengan memperkenalkan sistem baru. Kursi House of Lords bisa diwariskan secara turun-temurun, dan anggota tersebut boleh ikut serta dalam debat, tetapi tidak punya hak pilih. Usulan tersebut ditolak House of Commons oleh koalisi Partai Konservatif berhaluan tradisional (seperti ) dan anggota Partai Buruh yang bertujuan untuk menghapus Majelis Tinggi (seperti ). Ketika Michael Foot mengambil alih kepemimpinan Partai Buruh, penghapusan House of Lords dijadikan salah satu agenda partai. Namun pada masa kepemimpinan Neil Kinnock, usulan penghapusan diubah menjadi sekadar usulan pembaharuan. Sementara itu, pengangkatan bangsawan yang berlaku turun temurun (kecuali anggota keluarga kerajaan) menjadi dibekukan, kecuali tiga kali pengangkatan yang dilakukan pada tahun 1980-an pada masa Partai Konservatif pimpinan Margaret Thatcher.
Pada tahun 1997, House of Lords kembali dijadikan sasaran setelah kekuasaan beralih ke tangan Partai Buruh yang dipimpin Tony Blair. Pemerintah Partai Buruh mengajukan usul penghapusan semua kursi House of Lords yang diwariskan secara turun temurun. Sebagai kompromi, sejumlah 92 kursi bangsawan turun temurun (hereditary peer) hanya akan dipertahankan hingga pembaruan dalam House of Lords selesai. Seluruh kursi bangsawan turun temurun dihapus berdasarkan , sehingga semua kursi House of Lords diisi anggota hasil pengangkatan.
Usaha melakukan pembaruan dalam House of Lords berulang kali berakhir dengan kegagalan. mengusulkan 20% komposisi kursi House of Lords diisi anggota hasil pemilihan umum, tetapi usul ini dikritik habis-habisan. Sebuah komite bersama dibentuk tahun 2001 untuk memecahkan masalah House of Lords, tetapi tidak juga berhasil mengambil keputusan. Sejumlah 7 opsi komposisi kursi House of Lords diajukan ke parlemen (semua anggota diangkat, 20% hasil pemilu, 40% hasil pemilu, 50% hasil pemilu, 60% hasil pemilu, 80% hasil pemilu, atau semua anggota adalah hasil pemilu). Dalam serangkaian pemungutan suara yang membingungkan pada bulan Februari 2003, semua opsi ditolak walaupun opsi 80% anggota hasil pemilu hampir diterima dan hanya kalah 3 suara di majelis rendah.
Pada tahun 2005, sekelompok anggota senior dalam parlemen (Ken Clarke, , , , dan Robin Cook) menerbitkan laporan berisi usulan 70% anggota House of Lords berasal dari pemilu, dengan setiap anggota berhak menduduki satu kali masa jabatan. Sisanya diangkat oleh Komisi untuk memastikan komposisi seimbang dalam hal "keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman". Usulan tersebut juga gagal diterapkan.
Pada tanggal 7 Maret 2007, anggota House of Commons melangsungkan 10 kali pemungutan suara untuk memilih sejumlah komposisi alternatif bagi majelis tinggi. Berbagai opsi yang diajukan semuanya ditolak satu demi satu, mulai dari opsi penghapusan House of Lords, semua anggota berasal dari pengangkatan, 20% anggota hasil pemilu, 40% anggota hasil pemilu, 50% anggota hasil pemilu, hingga opsi 60% anggota hasil pemilu. Pada akhirnya, pemungutan suara dimenangi oleh opsi 80% anggota diisi oleh hasil pemilu dengan perincian 305 setuju dan 224 tidak setuju. Pemungutan suara bagi opsi semua anggota berdasarkan hasil pemilu bahkan memenangi jumlah suara yang lebih besar 337 melawan 224. Namun pada akhirnya, usulan ini kembali ditolak House of Lords yang memutuskan semua anggotanya berasal dari hasil pengangkatan.
Hubungan dengan pemerintah
Berbeda dengan House of Commons (majelis rendah), House of Lords (majelis tinggi) tidak mengendalikan masa jabatan Perdana Menteri atau memegang kendali pemerintahan. Hanya Majelis Rendah yang dapat meminta Perdana Menteri untuk mengundurkan diri atau mengadakan pemilihan umum yang dilakukan Majelis Rendah dengan mengeluarkan mosi tidak percaya atau dengan menarik dukungan terhadap perdana menteri.
Hampir seluruh anggota kabinet berasal dari majelis rendah dan bukan majelis tinggi. Semua perdana menteri sejak tahun 1902 adalah anggota majelis rendah. Alec Douglas-Home yang menjadi perdana menteri pada tahun 1963 sewaktu masih menyandang gelar Earl, melepaskan gelar kebangsawanan dan terpilih sebagai anggota majelis rendah setelah masa jabatannya dimulai). Sejak tahun 1982, posisi penting dalam kabinet tidak ada yang diisi kalangan bangsawan, kecuali jabatan Lord Chancellor dan Ketua House of Lords. Kedua jabatan tersebut terus diisi kalangan bangsawan sejak 1982 ketika menjabat ( pernah secara singkat menjabat hingga wafatnya pada tahun 2003).
Walaupun demikian, anggota majelis tinggi banyak yang menjadi menteri muda, misalnya (). Sejak tahun 1999, adalah seorang bangsawan bergelar Lord (sekarang dijabat ).
Komposisi kursi
Komposisi kursi House of Lords per 2018:
Afiliasi | Bangsawan seumur hidup | Bangsawan turun temurun | Rohaniwan | Total | |||
Dipilih oleh partai † | Dipilih dewan | Pemegang jabatan kerajaan | |||||
207 | 2 | 2 | 0 | - | 188 | ||
156 | 39 | 9 | 0 | - | 248 | ||
72 | 3 | 2 | 0 | - | 98 | ||
1 | 1 | 0 | 0 | - | 3 | ||
Green | 1 | 0 | 0 | 0 | - | 1 | |
172 | 29 | 2 | 2 | - | 205 | ||
Non-afiliasi | 8 | 1 | 0 | 0 | - | 30 | |
Rohaniwan | - | - | - | - | 26 | 26 | |
Total | 617 | 75 | 15 | 2 | 26 | 735 |
Catatan:
- Angka di atas tidak termasuk 12 anggota bangsawan yang sedang cuti
- Angka di atas juga tidak memasukkan 2 anggota dari UKIP dan seorang anggota dari Partai Hijau
†Jumlah bangsawan turun temurun yang "dialokasikan" untuk setap partai:
- Partai Konservatif: 42 orang
- Partai Buruh: 2 orang
- Liberal Demokrat: 3 orang
- Independen (cross-benchers): 28 orang
Pimpinan House of Lords
- - dan ()
- - Wakil Ketua (shadow leader) House of Lords ()
- - Partai Liberal Demokrat
Referensi
- "House of Lords: Analysis of Composition in the House of Lords". 1 May, 2007. Diakses tanggal 29 Mei.
Daftar pustaka
- Carmichael, Paul, Brice Dickson, and Guy Peters. (1999). The House of Lords: Its Parliamentary and Judicial Role. Oxford: Hart Publishing.
- Davies, Michael. (2003). Companion to the Standing Orders and guide to the Proceedings of the House of Lords, 19th ed. London: HMSO. Diarsipkan 2005-12-19 di Wayback Machine.
- Farnborough, T. E. May, 1st Baron. (1896). Constitutional History of England since the Accession of George the Third, 11th ed. London: Longmans, Green and Co.
- Dakoutros, A N 2003 The future of the House of Lords * A paper discussing possibilities for House of Lords Reform (Word document)
- Longford, Frank Pakenham, 7th Earl of. (1999). A History of the House of Lords. New edition. Gloucestershire: Sutton Publishing.
- "Parliament" (1911). Encyclopædia Britannica, edisi ke-11. London: Cambridge University Press.
- Raphael, D. D., Donald Limon, and W. R. McKay. (2004). Erskine May: Parliamentary Practice, edisi ke-23. London: Butterworths Tolley.
Bacaan selanjutnya
- Harry Jones (1912). Liberalism and the House of Lords: The Story of the Veto Battle, 1832-1911. London: Methuen.
Pranala luar
- Situs resmi House of Lords
- The Parliamentary Archives berisi catatan sejarah House of Lords.
- Guide to the Lords BBC
- Sejarah Parlemen
- The British Broadcasting Corporation. (2005). Parlemen dari "A sampai Z"
- The Guardian. (2005). "Special Report: House of Lords."
- Live TV milik Parlemen Kerajaan Bersatu
wikipedia, wiki, buku, buku, perpustakaan, artikel, baca, unduh, gratis, unduh gratis, mp3, video, mp4, 3gp, jpg, jpeg, gif, png, gambar, musik, lagu, film, buku, permainan, permainan, ponsel, telepon, android, iOS, apel, ponsel, samsung, iPhone, xiomi, xiaomi, redmi, kehormatan, oppo, nokia, sonya, mi, pc, web, komputer