Timbal atau timbel (disebut juga plumbum atau timah hitam) adalah unsur kimia dengan lambang Pb dan nomor atom 82. Unsur ini merupakan logam berat dengan massa jenis yang lebih tinggi daripada banyak bahan yang ditemui sehari-hari. Timbal memiliki sifat (lunak), mudah ditempa, dan bertitik leleh rendah. Saat baru dipotong, timbal berwarna perak mengilat kebiruan, tetapi jika terpapar udara permukaannya akan berubah menjadi warna abu-abu buram. Timbal adalah unsur stabil bernomor atom tertinggi dan tiga di antara isotopnya adalah hasil akhir peluruhan berantai unsur-unsur yang lebih berat.
82Pb Timbal | ||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Nodul timbal murni dan kubus timbal 1 cm3 | ||||||||||||||||||||||||||
Garis spektrum timbal | ||||||||||||||||||||||||||
Sifat umum | ||||||||||||||||||||||||||
Pengucapan | /timbal/ | |||||||||||||||||||||||||
Penampilan | abu-abu metalik | |||||||||||||||||||||||||
Timbal dalam tabel periodik | ||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||
Nomor atom (Z) | 82 | |||||||||||||||||||||||||
Golongan | golongan 14 (golongan karbon) | |||||||||||||||||||||||||
Periode | (periode 6) | |||||||||||||||||||||||||
Blok | blok-p | |||||||||||||||||||||||||
(Kategori unsur) | logam miskin | |||||||||||||||||||||||||
Berat atom standar (Ar) |
| |||||||||||||||||||||||||
Konfigurasi elektron | [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2 | |||||||||||||||||||||||||
Elektron per kelopak | 2, 8, 18, 32, 18, 4 | |||||||||||||||||||||||||
Sifat fisik | ||||||||||||||||||||||||||
Fase pada STS (0 °C dan 101,325 kPa) | padat | |||||||||||||||||||||||||
Titik lebur | 600,61 K (327,46 °C, 621,43 °F) | |||||||||||||||||||||||||
Titik didih | 2022 K (1749 °C, 3180 °F) | |||||||||||||||||||||||||
Kepadatan mendekati s.k. | 11,34 g/cm3 | |||||||||||||||||||||||||
saat cair, pada t.l. | 10,66 g/cm3 | |||||||||||||||||||||||||
Kalor peleburan | 4,77 kJ/mol | |||||||||||||||||||||||||
Kalor penguapan | 179,5 kJ/mol | |||||||||||||||||||||||||
Kapasitas kalor molar | 26,650 J/(mol·K) | |||||||||||||||||||||||||
Tekanan uap
| ||||||||||||||||||||||||||
Sifat atom | ||||||||||||||||||||||||||
Bilangan oksidasi | −4, −2, −1, +1, +2, +3, +4 (oksida amfoter) | |||||||||||||||||||||||||
Elektronegativitas | Skala Pauling: 1,87 (+2) 2,33 (+4) | |||||||||||||||||||||||||
Energi ionisasi | ke-1: 715,6 kJ/mol ke-2: 1450,5 kJ/mol ke-3: 3081,5 kJ/mol | |||||||||||||||||||||||||
Jari-jari atom | empiris: 175 pm | |||||||||||||||||||||||||
Jari-jari kovalen | 146±5 pm | |||||||||||||||||||||||||
Jari-jari van der Waals | 202 pm | |||||||||||||||||||||||||
Lain-lain | ||||||||||||||||||||||||||
Kelimpahan alami | primordial | |||||||||||||||||||||||||
Struktur kristal | kubus berpusat muka (fcc) a=495,08 pm | |||||||||||||||||||||||||
Kecepatan suara batang ringan | 1190 m/s (pada s.k.) (teranil) | |||||||||||||||||||||||||
Ekspansi kalor | 28,9 µm/(m·K) (suhu 25 °C) | |||||||||||||||||||||||||
Konduktivitas termal | 35,3 W/(m·K) | |||||||||||||||||||||||||
Resistivitas listrik | 208 nΩ·m (suhu 20 °C) | |||||||||||||||||||||||||
Arah magnet | diamagnetik | |||||||||||||||||||||||||
Suseptibilitas magnetik molar | −23,0×10−6 cm3/mol (suhu 298 K) | |||||||||||||||||||||||||
Modulus Young | 16 GPa | |||||||||||||||||||||||||
Modulus Shear | 5,6 GPa | |||||||||||||||||||||||||
Modulus curah | 46 GPa | |||||||||||||||||||||||||
Rasio Poisson | 0,44 | |||||||||||||||||||||||||
Skala Mohs | 1,5 | |||||||||||||||||||||||||
Skala Brinell | 38–50 MPa | |||||||||||||||||||||||||
Nomor CAS | 7439-92-1 | |||||||||||||||||||||||||
Sejarah | ||||||||||||||||||||||||||
Penemuan | Timur Tengah (7000 SM) | |||||||||||||||||||||||||
Simbol | "Pb": dari Latin plumbum | |||||||||||||||||||||||||
Isotop timbal yang utama | ||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||
Kelimpahan isotop sangat bervariasi menurut sampel | ||||||||||||||||||||||||||
| referensi | di Wikidata |
Timbal adalah logam golongan IVA (14) yang relatif lengai atau tidak mudah bereaksi. Logam ini bersifat amfoter; unsur timbal maupun senyawa oksidanya mudah bereaksi dengan asam maupun basa. Dalam senyawa, timbal biasanya memiliki bilangan oksidasi +2, dan jarang teroksidasi hingga +4 yang umum pada unsur golongan IVA di atasnya. Namun, bilangan oksidasi +4 sering terjadi dalam senyawa-senyawa organotimbal.
Timbal dapat ditambang dari bijih mineral tertentu; hal ini dilakukan sejak zaman prasejarah di Asia Kecil. Galena, bijih timbal yang paling utama, sering mengandung perak, sehingga banyak ditambang dan digunakan di Romawi Kuno. Namun, produksinya menurun sejak keruntuhan Romawi, dan baru pada Revolusi Industri produksi timbal kembali mencapai tingkat seperti zaman Romawi. Pada 2014, produksi timbal dunia melebihi 10 juta ton per tahun, dan lebih dari setengahnya dihasilkan melalui daur ulang.
Sifat-sifat timbal yang berguna di antaranya adalah kepadatan tinggi, titik leleh rendah, kemudahan ditempa, dan tahan korosi. Selain itu, logam ini relatif murah dan banyak ditemukan sumbernya, sehingga sering digunakan manusia, termasuk untuk bangunan, pipa air, baterai, peluru, pemberat, solder, cat, zat aditif bahan bakar, dan tameng radiasi. Namun, sejak abad ke-19, sifat racun timbal mulai ditemukan dan penggunaannya mulai dikurangi. Timbal dapat masuk tubuh manusia melalui makanan, minuman, serta udara atau debu yang tercemar. Unsur ini merusak sistem saraf dan mengganggu fungsi enzim dalam tubuh. Timbal sangat berbahaya terutama untuk anak-anak karena dapat mengganggu pertumbuhan otak.
Sifat fisik
Sifat atom
Atom timbal memiliki 82 elektron, dengan konfigurasi [Xe]4f145d106s26p2. Jumlah energi ionisasi pertama dan kedua timbal (energi untuk mengeluarkan dua elektron terluarnya) mirip dengan timah (Sn), tetangga atas timbal dalam golongan IVA. Hal ini tidak wajar karena energi ionisasi suatu unsur biasanya lebih rendah daripada tetangga atasnya di golongan yang sama, karena elektron terluarnya lebih jauh dari inti atom dan dipisahkan oleh lebih banyak orbital tingkat rendah. Ketidakwajaran ini disebabkan oleh fenomena yang disebut kontraksi lantanida, yaitu berkurangnya jari-jari atom dari lantanum (nomor atom 57) ke lutesium (71), dan relatif kecilnya jari-jari atom unsur-unsur berikutnya. Ini adalah akibat dari kurang efektifnya elektron-elektron 4f dalam melindungi elektron luar dari tarikan inti atom. Bahkan jika energi ionisasi pertama sampai keempat dijumlahkan, total energi ionisasi timbal melebihi timah, kebalikan dari pola yang umum untuk tetangga atas-bawah di tabel periodik. Di antara penyebab anomali ini adalah efek-efek kimia kuantum relativistik. Salah satunya adalah efek pasangan lengai, yang menyebabkan kedua elektron 6s timbal cenderung tidak terlibat dalam ikatan, sehingga jarak antara atom-atom pada kristal timbal menjadi sangat jauh.
Unsur-unsur di atas timbal pada golongan IVA (karbon, silikon, germanium, dan timah) memiliki alotrop dengan struktur kubik seperti intan, yaitu dengan ikatan kovalen bersusunan tetrahedral. Pada unsur-unsur tersebut, tingkat energi orbital s dan p terluar sangat mirip sehingga dapat melakukan hibridisasi orbital menjadi orbital sp3. Namun, hal serupa tidak terjadi pada timbal, karena efek pasangan lengai meningkatkan jarak energi orbital s dan p sehingga tidak dapat ditutupi oleh energi yang dibebaskan melalui ikatan yang melibatkan orbital sp3. Karena itu, timbal tidak memiliki struktur kristal kubik seperti intan, tetapi terikat melalui ikatan logam yang melibatkan ion-ion Pb2+ yang dikelilingi "lautan elektron" yang berasal dari orbital 6p. Timbal mengkristal dengan struktur kubik pusat muka (kpm, atau face-centred cubic, fcc) seperti halnya logam golongan IIA kalsium dan stronsium.
Sifat benda
Timbal murni memiliki warna perak terang dengan sedikit kebiru-biruan. Zat ini memudar saat terkena udara lembap dan warnanya pun akan berubah tergantung kondisi. Ciri utama timbal di antaranya adalah massa jenis tinggi, lunak, dan mudah ditempa, serta tahan korosi karena adanya gejala pasivasi.
Massa jenis timbal yang tinggi (11,34 g/cm3) disebabkan oleh susunan atomnya yang berupa kubik pusat muka dengan kepadatan tinggi dan berat atom tinggi. Massa jenis ini lebih berat dari banyak logam lainnya, seperti besi (7,87 g/cm3), tembaga (8,93 g/cm3) dan seng (7,14 g/cm3). Ada beberapa logam yang lebih berat daripada timbal, tetapi lebih langka, yaitu tungsten dan emas (keduanya 19,3 g/cm3) dan osmium (22,59 g/cm3 dan logam terberat yang diketahui saat ini).
Timbal memiliki sifat lunak (hanya 1,5 skala Mohs) dan dapat digores dengan kuku. Logam ini cukup mudah ditempa (malleable) dan ditarik (ductile). Timbal memiliki modulus curah (bilangan yang menunjukkan tekanan yang dibutuhkan untuk mengurangi volume) sebesar 45,8 GPa. Sebagai perbandingan, logam aluminium memiliki modulus curah 75,2 GPa, tembaga 137,8 GPa, dan baja karbon sedang 160–169 GPa. Selain itu, timbal memiliki kekuatan tarik yang relatif rendah, yaitu 12–17 MPa (hanya sekitar 1/6 dari kekuatan tarik aluminium, 1/10 dari tembaga, dan 1/15 dari baja karbon sedang). Namun, timbal dapat diperkuat jika dipadukan dengan sedikit tembaga atau antimon.
Timbal memiliki titik leleh 327,5 °C, sangat rendah dibandingkan dengan kebanyakan logam.Titik didihnya adalah 1749 °C, terendah di golongan IVA. Timbal memiliki resistansi jenis (ρ) 192 nanoohm-meter pada suhu 20 °C, hampir 10 kali lebih besar dibanding logam-logam yang banyak digunakan industri, seperti tembaga (15,43 nΩ·m), emas (20,51 nΩ·m); dan aluminium (24,15 nΩ·m). Angka-angka ini menunjukkan bahwa timbal adalah penghantar arus listrik yang lebih buruk dibandingkan logam-logam tersebut. Timbal menjadi superkonduktor pada suhu di bawah 7,19 K, ini adalah suhu kritis superkonduktor tertinggi dari seluruh superkonduktor tipe I, dan tertinggi ketiga dari seluruh superkonduktor yang berupa unsur.
Isotop
Kelimpahan isotop sangat bervariasi menurut sampel | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Berat atom standar Ar°(Pb) |
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Di alam, timbal memiliki 4 isotop stabil (dengan nomor massa 205, 206, 207, dan 208) dan 5 radioisotop renik yang cepat meluruh dan kelimpahannya sangat rendah. Banyaknya jumlah isotop ini adalah hal yang umum untuk unsur dengan nomor atom yang genap. Timbal memiliki 82 proton, yang merupakan salah satu "bilangan ajaib" dalam fisika inti; sesuai dengan model kulit nuklir, hal ini berarti timbal memiliki inti atom yang sangat stabil. Isotop timbal-208 bahkan memiliki 126 neutron (126 juga termasuk bilangan ajaib); alhasil isotop 208 ini (82 proton + 126 neutron) adalah isotop yang luar biasa stabil.
Timbal adalah unsur dengan nomor atom terbesar yang diketahui memiliki isotop stabil, dan isotop timbal-208 adalah isotop terberat yang diketahui stabil. Di atas kertas, keempat isotop stabil timbal dapat mengalami peluruhan alfa dengan melepaskan energi menjadi isotop-isotop raksa (nomor atom 80), tetapi peluruhan seperti itu belum pernah ditemukan. Justru keempat isotop ini sangat stabil dan waktu paruhnya diprediksi di antara 1035–10189 tahun, jauh lebih panjang dibandingkan dengan umur alam semesta saat ini.
Sebagian dari isotop stabil timbal, yaitu timbal-206, timbal-207 dan timbal-208 adalah produk akhir dari tiga deret radioaktif yang umum ditemui di alam. Ketiga deret ini berturut-turut adalah rantai yang berawal dari uranium-238 ("deret uranium"), dari uranium-235 ("deret aktinium"), dan dari torium-232 ("deret torium"). Ketiga deret ini merupakan tiga dari empat deret radioaktif utama yang ditemukan di alam. Distribusi isotop timbal di alam memiliki variasi yang tinggi tergantung keberadaan tiga isotop induk tersebut (uranium maupun torium). Misalnya, timbal yang diperoleh dari bijih torium dapat memiliki kelimpahan timbal-208 sebesar 90%, tetapi pada sampel biasa hanya memiliki kelimpahan 52%. Seiring perjalanan waktu, perbandingan timbal-206 dan timbal-207 terhadap timbal-204 akan meningkat karena timbal-206 dan timbal-207 akan bertambah diakibatkan peluruhan unsur lain, sedangkan timbal-204 bukanlah produk akhir peluruhan. Fenomena ini dimanfaatkan sebagai basis metode penanggalan yang disebut penanggalan timbal–timbal untuk memperkirakan umur batuan. Selain itu, karena uranium meluruh menjadi timbal, perubahan konsentrasi uranium dan timbal dimanfaatkan sebagai basis metode lain yang disebut metode penanggalan uranium–timbal. Isotop timbal-207 mengalami fenomena resonansi magnet inti (RMI, atau NMR, nuclear magnetic resonance), sehingga senyawa-senyawanya dapat diteliti melalui RMI baik dalam larutan, padatan, maupun dalam tubuh manusia.
Hampir seluruh timbal yang terdapat di alam terdiri dari isotop-isotop stabil yang disebut di atas. Selain itu, terdapat juga beberapa isotop radioaktif yang jumlahnya renik atau sangat kecil dan berumur sangat pendek. Salah satunya adalah timbal-210 yang waktu paruhnya hanya 22,3 tahun tetapi masih ditemukan di alam karena terus terbentuk sebagai produk perantara dalam deret peluruhan uranium-238. Isotop timbal-211, timbal-212, dan timbal-214 berturut-turut adalah produk perantara deret peluruhan uranium-235, deret torium, dan deret uranium-238, sehingga juga ditemukan di alam dengan jumlah renik. Timbal-209 juga terbentuk pada peluruhan radium-223. Radium-223 adalah isotop langka yang terbentuk sebagai produk sementara deret radioaktif uranium-235 dan deret neptunium-237, sehingga isotop timbal-209 dapat ditemukan dalam jumlah kecil pada bijih uranium. Timbal-210 dapat digunakan untuk memperkirakan umur sampel dengan menghitung nisbahnya terhadap timbal-206, karena keduanya terlibat dalam deret uranium-238.
Secara keseluruhan, terdapat 43 isotop timbal yang dapat disintesis, dengan nomor massa antara 178–220. Di antara isotop-isotop sintetis ini, timbal-205 adalah isotop yang paling stabil, dengan waktu paruh 1,5×107 tahun. Isotop sintetis terstabil berikutnya adalah timbal-202, dengan waktu paruh 53.000 tahun, lebih tinggi dibanding isotop-isotop renik timbal yang alami.
Sifat kimia
Reaksi dasar
Saat bersentuhan dengan udara lembap, padatan timbal bereaksi membentuk lapisan tipis di permukaan yang melindungi timbal tersebut dari korosi; fenomena ini disebut pasivasi. Lapisan yang terbentuk terdiri dari berbagai senyawa yang berbeda-beda tergantung keadaan. Timbal(II) karbonat adalah senyawa yang paling umum; selain itu timbal(II) sulfat maupun timbal(II) klorida dapat terbentuk dalam kondisi perkotaan atau di laut. Namun, dalam bentuk bubuk yang sangat halus, timbal dapat terbakar spontan di udara menghasilkan api berwarna putih kebiruan.
Timbal bereaksi dengan fluorin pada suhu ruangan membentuk timbal(II) fluorida. Reaksi serupa dengan klorin hanya terjadi pada suhu tinggi, karena reaksi ini menghasilkan lapisan timbal(II) klorida yang mengurangi reaktivitas. Timbal juga bereaksi dengan unsur golongan VIA, misalnya dengan oksigen membentuk timbal(II) oksida.
Logam timbal tidak bereaksi dengan asam sulfat dan asam fosfat, tetapi bereaksi dengan asam klorida dan asam nitrat; hasilnya tergantung apakah garam-garam yang dihasilkan dapat larut atau dapat membentuk lapisan pasivasi. Timbal larut dalam asam organik seperti asam asetat jika ada oksigen. Timbal juga bereaksi dengan basa pekat membentuk senyawa plumbit (PbO2−2).
Senyawa anorganik
Dalam senyawa, timbal memiliki dua bilangan oksidasi utama, +2 (sebagai timbal(II)) dan +4 (timbal(IV)). Bilangan oksidasi +4 sangat umum pada unsur golongan IVA. Kelaziman bilangan oksidasi +2 berbeda-beda untuk unsur-unsur golongan IVA: sangat langka pada karbon dan silikon, kadang terjadi pada germanium, dan lazim (tetapi bukan yang paling lazim) pada timah. Namun, pada timbal, bilangan oksidasi +2 lebih sering terjadi dibandingkan +4. Perbedaan ini diakibatkan efek-efek kimia kuantum relativistik, terutama efek pasangan lengai yang terjadi ketika ada perbedaan elektronegativitas yang besar antara timbal dan anion yang diikatnya (seperti oksida, halida atau nitrida), menyebabkan adanya muatan positif besar pada ion timbal. Hal ini lalu menyebabkan kontraksi pada orbital 6s timbal (lebih kuat dibandingkan kontraksi pada orbital 6p-nya), sehingga elektron-elektron 6s menjadi lebih lengai dan tidak mudah terionisasi. Namun,efek pasangan lengai ini kurang efektif pada senyawa yang melibatkan timbal dalam ikatan kovalen, misalnya pada senyawa organotimbal (senyawa dengan ikatan kovalen antara timbal dan karbon). Pada senyawa-senyawa ini, orbital 6s dan 6p berukuran sama dan cenderung berhibridisasi menjadi orbital sp3. Karena itu, timbal (seperti halnya karbon) umumnya memiliki bilangan oksidasi +4 pada senyawa organotimbal.
Elektronegativitas timbal(II) adalah 1,87 dan berselisih relatif jauh dengan elektronegativitas timbal(IV) yaitu 2,33. Selisih besar ini merupakan anomali dibanding unsur golongan IVA yang berada di atasnya. Sebagai contoh, timah(II) memiliki elektronegativitas 1,80 dan timah(IV) hanya terpaut sedikit di 1,96.
Timbal(II)
Terbentuknya senyawa-senyawa timbal(II) atau Pb2+ merupakan ciri khas timbal dalam reaksi anorganik. Bahkan pengoksidasi kuat seperti fluorin dan klorin hanya bisa mengoksidasi timbal menjadi timbal(II), membentuk senyawa PbF2 and PbCl2. Ion timbal(II) atau Pb2+ biasanya tidak berwarna dalam larutan, dan terhidrolisis sebagian untuk menghasilkan Pb(OH)+ dan kemudian [Pb4(OH)4]4+ (ion hidroksida berfungsi sebagai jembatan ligan), tetapi ion-ion ini tidak bersifat pereduksi seperti halnya ion timah(II). Analisis kualitatif untuk mendeteksi ion Pb2+ biasanya dilakukan dengan larutan asam klorida encer yang akan menghasilkan endapan timbal(II) klorida (PbCl2). Namun, analisis ini tidak dapat mendeteksi ion Pb2+ yang sangat encer, karena PbCl2 tidak mengendap jika konsentrasinya sangat kecil. Untuk mendeteksi larutan Pb2+ sangat encer, ditiupkan gas hidrogen sulfida, yang menghasilkan endapan timbal(II) sulfida (PbS).
Senyawa PbO atau timbal(II) oksida terdapat dalam dua bentuk kristal (polimorf), yang pertama disebut litharge (α-PbO, berwarna merah) dan yang kedua disebut (β-PbO, berwarna kuning). Litharge adalah senyawa anorganik timbal yang paling banyak digunakan, sedangkan massicot hanya stabil pada suhu di atas 488 °C. Tidak ada senyawa timbal(II) hidroksida, jika larutan garam timbal(II) direaksikan dengan basa, maka Pb2+ akan terhidrolisis. Selain oksigen, timbal dapat bersenyawa dengan unsur golongan VIA (kalkogen) lainnya, membentuk keluarga senyawa timbal kalkogenida. Timbal sulfida bersifat semikonduktor, fotokonduktor, dan merupakan detektor radiasi inframerah yang sangat sensitif. Senyawa timbal kalkogenida lainnya, yaitu (PbSe) dan (PbTe), juga bersifat fotokonduktor. Salah satu keunikan senyawa-senyawa ini adalah warnanya semakin terang dari atas ke bawah tabel periodik.
Dengan unsur halogen, timbal(II) membentuk keluarga senyawa timbal(II) halida atau timbal dihalida, contohnya timbal(II) astatida (PbAt2) dan halida campuran seperti PbFCl. Senyawa-senyawa halida campuran memiliki kelarutan yang relatif rendah sehingga dapat dimanfaatkan untuk analisis gravimetri terhadap fluorin. Timbal(II) fluorida, PbF2 ditemukan pada 1834 oleh Michael Faraday dan merupakan padatan pertama yang ditemukan bersifat konduktor ion. Dihalida-dihalida lainnya mudah terurai jika terkena sinar tampak atau ultraviolet, terutama timbal(II) iodida, PbI2. Senyawa timbal(II) pseudohalida juga telah ditemukan, seperti timbal(II) sianida (Pb(CN)2), sianat (Pb(OCN)2), dan tiosianat (Pb(SCN)2). Timbal(II) dan halogen juga membentuk banyak senyawa kompleks, seperti [PbCl4]2−, [PbCl6]4−, dan keluarga anion [Pb2Cl9]n5n−.
Selain itu, terdapat juga timbal(II) sulfat yang tidak larut dalam air, seperti banyak garam sulfat dengan kation logam berat berbilangan oksidasi +2 lainnya. Senyawa timbal(II) nitrat dan timbal(II) asetat larut dengan baik dalam air, sehingga sering dipakai untuk sintesis senyawa-senyawa timbal lainnya.
Timbal(IV)
Hanya sedikit senyawa anorganik yang mengandung timbal(IV). Senyawa-senyawa ini biasanya hanya terbentuk dalam larutan oksidator kuat dan tidak terbentuk dalam kondisi standar. Contohnya adalah Pb3O4, yang memiliki campuran timbal(II) dan timbal(IV) dengan struktur 2PbO·PbO2, dan merupakan contoh utama senyawa timbal dengan bilangan oksidasi campuran. Senyawa timbal(IV) lainnya adalah timbal(IV) oksida (PbO2), yang merupakan zat oksidator yang kuat dan dapat mengoksidasi asam klorida menjadi gas klorin. Ini disebabkan senyawa PbCl4 tidak stabil dan terurai secara spontan menjadi PbCl2 and Cl2. Timbal(IV) oksida juga dapat membentuk berbagai bentuk anion plumbat(IV). Terdapat juga timbal(IV) fluorida (PbF4), yang berwujud serbuk kristal kuning dan bersifat stabil tetapi tidak sestabil timbal(II) fluorida. Senyawa halida lainnya adalah timbal(IV) klorida (PbCl4) yang berwujud minyak kuning yang terurai pada suhu kamar, dan timbal(IV) bromida yang bahkan lebih tak stabil lagi. Keberadaan timbal(IV) iodida masih diragukan.
Dengan bilangan oksidasi lain
Sedikit sekali senyawa yang memiliki timbal dengan bilangan oksidasi selain +2 atau +4. Timbal(III) dan Timbal(I) bersifat tak stabil baik dalam bentuk ion maupun senyawa kompleks karena adanya radikal bebas. Sekalipun demikian, timbal(III) kadang ditemukan pada senyawa kompleks organotimbal besar sebagai zat perantara antara timbal(II) dan timbal(IV).
Timbal dengan bilangan oksidasi negatif dapat ditemukan dalam zat fase Zintl, baik sebagai ion Pb4- bebas, seperti pada Ba2Pb, maupun sebagai gugus ion berbentuk cincin atau polihedral. Contoh gugus ion polihedral adalah Pb52−, yang strukturnya adalah bipiramida segitiga. Ion ini memiliki dua atom timbal dengan bilangan oksidasi -1 dan tiga dengan bilangan oksidasi 0. Dalam ion ini, setiap atom berada pada tiap sudut bipiramida dan masing-masing menyumbangkan 2 elektron dari orbital sp3nya kepada rusuk-rusuk bipiramida. Dua elektron sp3 yang tersisa menjadi pasangan sunyi. Ion ini dapat terbentuk dalam amonia cair melalui reaksi reduksi timbal oleh natrium.
Senyawa-senyawa organotimbal
Timbal dapat membentuk rantai molekul panjang, seperti karbon dan unsur-unsur di golongan IVA pada umumnya. Namun, energi ikatan Pb–Pb relatif lemah, sekitar 3,5 kali lebih lemah dibanding ikatan karbon–karbon. Jika rantai molekul hanya terdiri dari timbal, panjang maksimal yang mungkin tercapai hanyalah 3. Jika rantai ini juga memiliki karbon, maka terbentuk senyawa-senyawa yang disebut senyawa organotimbal, yang mirip dengan senyawa-senyawa organik biasa tetapi lebih tak stabil karena ikatan Pb–C relatif lebih lemah. Hal ini menyebabkan senyawa organologam ini lebih langka dibandingkan saudara dekatnya di tabel periodik yaitu organotimah. Timbal pada sebagian besar senyawa organotimbal memiliki bilangan oksidasi +4, bahkan ketika diproduksi dari senyawa anorganik timbal(II). Contoh langka senyawa organotimbal(II) adalah Pb[CH(SiMe3)2]2 dan Pb(η5-C5H5)2.
Plumbana (PbH4) adalah analog timbal untuk metana (CH4), senyawa organik paling sederhana. Plumbana dapat dihasilkan melalui reaksi antara logam timbal dan atom hidrogen. Dua senyawa turunan plumbana, yaitu dan tetra etil timbal (TET atau TEL, tetraethyllead), adalah senyawa organotimbal yang paling terkenal. Keduanya relatif stabil, dan TET hanya terurai jika dipanaskan atau terpapar sinar matahari maupun ultraviolet. Terdapat juga tetrafenil timbal yang lebih stabil dan baru terurai pada suhu 270 °C. Banyak senyawa organotimbal bersifat oksidator, misalnya timbal tetraasetat yang digunakan sebagai oksidator untuk reaksi organik di laboratorium. Senyawa-senyawa organotimbal lainnya bersifat kurang stabil, dan banyak senyawa organik yang analog timbalnya tidak ditemukan.
Keberadaan
Di luar angkasa
Nomor atom | Unsur | Kelimpahan relatif (timbal=1) |
---|---|---|
42 | Molibdenum | 0,798 |
46 | Paladium | 0,440 |
50 | Timah | 1,146 |
78 | Platinum | 0,417 |
80 | Raksa | 0,127 |
82 | Timbal | 1 |
90 | Torium | 0,011 |
92 | Uranium | 0,003 |
Di Tata Surya, timbal memiliki kelimpahan 0,112 ppb (bagian per semiliar). Kelimpahan ini 2,5 kali lipat kelimpahan unsur platinum, 8 kali raksa, dan 17 kali emas. Jumlah timbal di alam semesta saat ini meningkat perlahan karena banyak atom-atom berat yang meluruh perlahan menjadi timbal.Sejak terbentuknya Tata Surya 4,5 miliar tahun lalu, kelimpahan timbal telah meningkat sekitar 0,75%. Walaupun timbal memiliki nomor atom relatif tinggi, timbal memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibanding kebanyakan unsur bernomor di atas 40 (lihat tabel).
Isotop primordial (isotop yang terbentuk sejak sebelum terbentuknya bumi) timbal terdiri dari isotop 204, 206, 207, dan 208. Semuanya terbentuk karena proses penangkapan neutron yang berulang-ulang terjadi di dalam bintang. Proses ini dibedakan menjadi dua mode: proses s dan proses r.
Dalam proses s (dari kata slow, "lambat"), penangkapan neutron terjadi setiap beberapa tahun atau puluhan tahun, sehingga inti-inti atom yang kurang stabil dapat mengalami peluruhan beta. Misalnya, inti 203
81Tl dapat menangkap neutron menjadi 204
81Tl, yang lalu mengalami peluruhan beta menjadi 204
82Pb yang bersifat stabil. Jika 204
82Pb menangkap neutron lagi, ia akan menjadi Pb, yang memiliki paruh waktu 15 juta tahun. Jika terus terjadi penangkapan neutron, inti ini akan menjadi 206
82Pb, lalu 207
82Pb, lalu 208
82Pb. Tambahan satu neutron lagi akan mengubahnya menjadi 209
82Pb, yang bersifat tidak stabil dan meluruh menjadi 209
83Bi dan melepaskan partikel beta. Inti ini lalu menangkap neutron menjadi 210
83Bi, yang meluruh (beta) menjadi 210
84Po, yang lalu mengalami peluruhan alfa menjadi 206
82Pb. Hasil siklus ini adalah Pb-206, Pb-207, Pb-208, dan Bi-209 (lihat gambar).
Dalam proses r (dari kata rapid, "cepat"), penangkapan neutron terjadi dengan sangat cepat, sehingga inti-inti atom yang terlibat tidak sempat mengalami peluruhan beta. Biasanya proses ini terjadi dalam kondisi kaya neutron, misalnya dalam sebuah supernova atau bergabungnya dua bintang neutron. Aliran neutron pada kondisi ini dapat mencapai 1022 neutron per cm2 per detik. Proses r tidak menghasilkan timbal sebanyak proses s. Proses ini cenderung berhenti ketika inti atom mencapai 126 neutron. Pada posisi ini, konfigurasi neutron telah memenuhi kulit nuklirnya sehingga sangat sulit untuk menerima neutron tambahan. Saat aliran elektron berkurang, inti-inti kaya neutron yang terbentuk akan mengalami peluruhan beta menjadi osmium, iridium, dan plantinum.
Di bumi
Dalam klasifikasi Goldschmidt, timbal digolongkan sebagai unsur kalkofil, yang berarti unsur ini sering ditemukan bersama-sama dengan belerang. Timbal jarang ditemukan dalam bentuk logam asli. Timbal ditemukan dalam mineral-mineral yang relatif ringan, dan sepanjang sejarah bumi tetap bertahan di kerak bumi alih-alih tenggelam ke inti bumi. Hal ini menyebabkan timbal memiliki kelimpahan di kerak bumi yang relatif tinggi, yaitu 14 ppm (bagian per sejuta) atau peringkat ke-38 dari seluruh unsur.
Negara | Cadangan (juta ton) |
---|---|
Australia | 35 |
Tiongkok | 17 |
Rusia | 6,4 |
Peru | 6,3 |
Meksiko | 5,6 |
Amerika Serikat | 5,0 |
Lainnya | 12,9 |
Mineral utama yang mengandung timbal adalah galena (PbS), yang sering ditemukan bersama-sama dengan bijih seng. Kebanyakan mineral timbal lain masih terkait dengan galena: , Pb5Sb4S11, adalah sulfida campuran yang diturunkan dari galena, , PbSO4 adalah hasil oksidasi galena, dan cerussite, PbCO3, adalah hasil penguraian galena. Mineral-mineral ini sering tercampur unsur-unsur lain, seperti arsenik, timah, antimon, perak, emas, tembaga, dan bismut.
Dunia memiliki sumber timbal dengan total melebihi 2 miliar ton. Sumber timbal yang besar terdapat di Amerika Serikat, Australia, Irlandia, Meksiko, Peru, Portugal, Rusia, dan Tiongkok. Jika hanya menghitung sumber yang layak diekstraksi secara ekonomi, cadangan timbal dunia mencapai 88 juta ton pada tahun 2016. Dari total ini, jumlah terbesar adalah 35 juta yang berada di Australia, 17 juta di Tiongkok, dan 6,4 juta di Rusia.
Pada umumnya konsentrasi latar timbal di atmosfer berada di bawah 0,1 μg/m3, <100 mg/kg di tanah, dan <5 μg/L di air laut maupun tawar.
Sejarah
Prasejarah dan zaman kuno
Manik-manik dari logam timbal yang diperkirakan berasal dari 7000–6500 SM telah ditemukan di Asia Kecil (sekarang daerah Turki); bisa jadi ini adalah kali pertama manusia mengekstraksi logam dari bijihnya melalui teknik peleburan. Pada masa itu, timbal agaknya memiliki sedikit kegunaan karena bersifat lunak dan tampak buram. Penyebab meningkatnya produksi timbal adalah karena bijih timbal yang disebut galena juga merupakan sumber perak. Bangsa Mesir Kuno adalah bangsa pertama yang menggunakan mineral timbal sebagai kosmetika, dan praktik inipun menyebar ke Yunani Kuno dan daerah-daerah lain. Bangsa Mesir Kuno bisa jadi juga menggunakan timbal untuk pemberat jaring penangkap ikan, kaca, email porselen, dan sebagai hiasan. Berbagai kebudayaan di daerah Bulan Sabit Subur menggunakan timbal untuk alat tulis, sebagai mata uang, dan sebagai bahan bangunan. Di Tiongkok Kuno, timbal digunakan psikostimulan di kalangan istana, sebagai mata uang dan sebagai alat kontrasepsi.Peradaban Lembah Indus dan Mesoamerika menggunakannya untuk membuat berbagai jimat; bangsa-bangsa Afrika daerah selatan dan timur menggunakannya untuk mengerjakan penarikan kawat.
Zaman klasik
Karena perak (yang sering tercampur dalam mineral timbal) banyak digunakan sebagai alat tukar dan perhiasan, sumber-sumber timbal mulai diolah di Asia Kecil sejak 3000 SM, lalu diikuti pengolahan di Kepulauan Aegea dan Lavrio (sekarang di Yunani). Tiga kawasan ini mendominasi pertambangan timbal hingga sekitar 1200 SM. Selain itu, sejak 2000 SM bangsa Bangsa Fenisia mengolah sumber timbal di Semenanjung Iberia; pada 1600 SM pulau Siprus dan Sardinia pun juga memiliki pertambangan timbal. Daerah Nusantara telah mengenal pertambangan timbal dan penggunaannya dalam paduan perunggu setidaknya sudah ada sejak zaman kebudayaan bercorak Hindu-Buddha. Sebagian artefak perunggu yang ditemukan dari zaman ini di Sumatra dan Jawa mengandung kadar timbal yang berkisar antara 1,22% sampai 17,43%. Daerah pertambangan yang menggunakan teknik peleburan ditemukan di berbagai tempat di Sumatra, termasuk Muara Sipongi, Sumatera Utara.
Republik Romawi menjadi produser terbesar timbal pada zaman klasik akibat perluasan wilayahnya di Eropa dan Laut Mediterania serta pengembangan pertambangan yang mereka lakukan. Puncak produksi timbal Romawi pada masa ini diperkirakan mencapai 80.000 ton. Seperti sebelumnya, sebagian besar timbal diperoleh sebagai hasil sampingan pertambangan perak. Pertambangan timbal dibuka di Eropa Tengah, Britania, Semenanjung Balkan, Yunani, Asia Kecil, dan Semenanjung Iberia. Semenanjung Iberia (atau Hispania) menghasilkan 40% timbal dunia.
Papan timbal banyak digunakan sebagai bahan menulis surat. Di Provinsi Yudea, timbal digunakan sebagai peti mati yang dicetak dengan motif-motif sesuai kepercayaan penghuninya. Timbal digunakan untuk bahan pipa air di Kekaisaran Romawi. Karena mudah diolah dan tahan korosi, timbal pun banyak digunakan sebagai bahan obat-obatan, atap, mata uang, maupun persenjataan. Penulis seperti Marcus Porcius Cato, Columella, dan Plinius yang Tua menyarankan penggunaan wadah berbahan atau berlapis timbal untuk membuat defrutum, pemanis dan pengawet yang digunakan untuk minuman anggur dan makanan. Saat ini diketahui bahwa wadah timbal memberikan rasa manis karena dapat bereaksi membentuk timbal(II) asetat ("gula timbal"), sedangkan wadah tembaga atau perunggu dapat menberikan rasa pahit akibat terbentuknya tembaga(II) asetat ("verdigris").
Penulis Romawi Vitruvius menulis bahwa timbal berbahaya untuk kesehatan, dan beberapa penulis modern berpendapat bahwa keracunan timbal adalah salah satu penyebab melemahnya bangsa Romawi. Namun, peneliti lain mengkritik pendapat tersebut, salah satunya dengan menunjukkan bahwa tidak semua gejala sakit perut diakibatkan keracunan timbal. Menurut penelitian arkeologi, pipa timbal yang digunakan bangsa Romawi meningkatkan kadar timbal dalam air leding, tetapi efeknya kemungkinan besar tidak terlalu berbahaya.
Abad Pertengahan dan Renaisans
Penambangan timbal di Eropa barat menurun setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, dan hanya Al-Andalus (Hispania) yang masih memproduksi timbal dengan jumlah besar. Pada saat bersamaan, pertambangan timbal tumbuh dengan cepat di luar Eropa. Produksi terbesar terjadi di Asia Timur (terutama Tiongkok) dan Asia Selatan (terutama India).
Pertambangan timbal mulai meningkat lagi di Eropa pada abad ke-11 dan ke-12, dan logam tersebut digunakan kembali untuk bahan atap dan pipa. Sejak abad ke-13, timbal digunakan untuk membuat kaca berwarna. Menurut ilmu alkimia dalam tradisi dunia Islam dan Eropa pada abad pertengahan, timbal merupakan logam dasar tak murni yang konon dapat diubah menjadi emas melalui proses pemisahan dan pemurnian.
Pada masa ini, timbal juga digunakan sebagai bahan campuran pada minuman anggur. Paus Aleksander VI melarang penggunaan anggur yang tercampur timbal dalam misa dan ritus-ritus lainnya pada 1498, tetapi praktik ini terus berlangsung, mengakibatkan terjadinya banyak keracunan hingga abad ke-18. Timbal juga merupakan bahan penting untuk mesin cetak yang ditemukan sekitar 1440; pekerja mesin cetak sering terpapar racun karena menghirup debu timbal. Timbal menjadi bahan utama peluru untuk senjata api pada masa ini. Walaupun lebih mahal dibanding besi, timbal dipilih karena besi membuat laras senapan tidak awet, sedangkan timbal lebih padat dan mudah diproduksi karena titik lelehnya lebih rendah. Kosmetik berbahan timbal digunakan oleh kalangan bangsawan Eropa Barat sebagai pemutih wajah, dan kelak juga untuk rambut palsu dan celak. Tren ini baru surut pada masa Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18.
Tren serupa juga muncul di Jepang abad ke-18, sejak munculnya profesi geisha atau wanita penghibur. Timbal sangat umum dipakai sebagai pemutih wajah. Wajah putih dianggap melambangkan sifat baik wanita Jepang. Di Afrika, pertambangan dan pengolahan timbal berlangsung di dan daerah hilir Cekungan Kongo, serta penggunaan logam ini sebagai mata uang dan alat tukar dengan bangsa Eropa telah terjadi pada abad ke-17, sebelum penjajahan besar-besaran oleh bangsa Eropa.
Zaman penjelajahan Bangsa Eropa
Di benua Amerika, kedatangan bangsa Eropa diikuti juga dengan pertambangan timbal. Pertambangan mulai didirikan di Koloni Virginia pada 1621, 14 tahun setelah pendirian koloni tersebut. Di Australia, pertambangan timbal adalah pertambangan pertama yang didirikan oleh pemukim Eropa, yaitu pada tahun 1841.
Revolusi Industri
Revolusi Industri terjadi pada paruh kedua abad ke-18, dimulai di Britania Raya dan menyebar ke benua Eropa dan Amerika Serikat. Saat ini produksi timbal meningkat kembali, dan melebihi produksi zaman Romawi untuk pertama kalinya. Awalnya, Britania Raya adalah penghasil timbal terbesar hingga pertengahan abad ke-19, saat persediaan timbalnya mulai habis dan pertambangan di Jerman, Spanyol, dan Amerika Serikat semakin berkembang. Pada 1900, Amerika Serikat adalah penghasil timbal terbesar, dan negara non-Eropa lainnya (terutama Kanada, Meksiko, dan Australia) mulai menambang timbal dalam jumlah besar. Alhasil, produksi timbal di luar Eropa melebihi produksi Eropa. Timbal paling banyak digunakan untuk membuat pipa dan cat. Semakin banyak orang (terutama golongan pekerja) terpapar timbal dan kasus-kasus keracunan pun meningkat. Hal ini memicu penelitian mengenai efek timbal bagi tubuh manusia. Penelitian selanjutnya menyimpulkan bahwa asap timbal lebih berbahaya daripada timbal berbentuk padatan. Timbal dikaitkan dengan penyakit pirai—dokter Inggris Alfred Baring Garrod menemukan bahwa sepertiga dari pasien pirainya adalah tukang leding atau tukang cat. Pada abad ke-19, diteliti juga efek menghirup timbal (terutama jika terus menerus) terhadap kelainan-kelainan mental. Pada dekade 1870-an dan 1880-an, Britania Raya mengeluarkan undang-undang untuk mengurangi keracunan timbal di pabrik-pabrik.
Zaman modern
Bukti-bukti bahaya yang ditimbulkan timbal terus ditemukan pada abad ke-19 dan 20. Pengetahuan akan mekanisme unsur ini dalam tubuh manusia semakin jelas, dan ditemukan juga fenomena kebutaan yang diakibatkan oleh timbal. Akibatnya, unsur ini mulai dihindari di Amerika Serikat dan Eropa. Britania Raya mewajibkan inspeksi pabrik pada 1878 dan menunjuk pejabat khusus untuk mengepalai inspeksi pabrik pada 1898; setelah itu, kasus keracunan timbal berkurang 25 kali lipat dalam rentang 1900–1944. Pada 1930, sebagian besar negara Eropa telah melarang cat timbal (yang populer karena warnanya pekat dan tahan air) untuk interior bangunan.
Timbal (dalam bentuk tetra etil timbal) mulai digunakan sebagai zat antiketuk untuk bensin di Amerika Serikat pada 1921. Praktik ini menyebar dan menjadi sumber terakhir yang memaparkan timbal pada khalayak umum. Pada 2000, praktik ini telah dilarang di Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Pada dasawarsa 1970-an, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat mulai mengeluarkan undang-undang untuk membatasi pencemaran timbal di udara. Hal ini terbukti efektif: penelitian Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat menunjukkan bahwa populasi yang menderita tingginya kadar timbal darah menurun dari 77,8% (1976–1980) menjadi 2,2% (1991–1994). Pada akhir abad ke-20, produk mengandung timbal yang paling umum adalah baterai asam timbal yang dianggap tidak berbahaya bagi manusia.
Selama rentang 1960–1990, produksi timbal di negara-negara Blok Barat tumbuh sekitar 31%. Produksi di negara-negara Blok Timur juga meningkat, dan persentase timbal dunia yang dihasilkan di negara-negara ini meningkat dari sekitar 10% (1950) menjadi 30% (1990). Uni Soviet menjadi penghasil timbal terbesar dunia dari pertengahan 1970-an hingga 1980-an, dan Tiongkok mulai melakukan penambangan timbal besar-besaran pada akhir abad ke-20. Berbeda dengan negara-negara Blok Timur di Eropa, pada pertengahan abad ke-20 sebagian besar Tiongkok masih belum terindustrikan. Penggunaan timbal terkait pengindustrian yang selanjutnya terjadi di negara tersebut menjadi ancaman kesehatan (seperti halnya di Eropa pada masa Revolusi Industri). Pada tahun 2004, Tiongkok menjadi produsen timbal terbesar dunia.
Produksi
Menurut data tahun 2014, produksi timbal dunia saat ini sedang meningkat karena diperlukan untuk baterai asam timbal. Ada dua mode produksi: yaitu produksi primer dengan mengolah bijih mineral, dan produksi sekunder dengan mendaur ulang barang bekas. Pada 2014, 4,58 juta ton timbal dihasilkan melalui produksi primer dan 5,64 juta ton melalui produksi sekunder. Negara penghasil timbal terbesar melalui pertambangan adalah Tiongkok, Australia, dan Amerika Serikat, sedangkan penghasil terbesar melalui daur ulang adalah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India. Menurut laporan International Resource Panel pada 2010, jumlah total timbal yang digunakan, disimpan, dibuang, atau tersebar ke lingkungan mencapai 8 kg per kapita. Di negara maju, angka ini mencapai 20–150 kg per kapita sedangkan di negara berkembang hanya 1–4 kg per kapita.
Proses produksi timbal secara primer dan sekunder cukup mirip. Beberapa pabrik produksi primer juga melengkapi operasinya dengan produksi sekunder, praktik yang diprediksi akan terus meningkat. Dengan teknik yang tepat, timbal yang diproduksi secara sekunder dapat menjadi serupa timbal yang dihasilkan secara primer dan tidak dapat dibedakan. Proses produksi timbal melalui daur ulang biasanya lebih hemat energi dibanding produksi primer, dengan penghematan sering mencapai 50% atau lebih.
Primer
Kebanyakan bijih timbal memiliki kadar timbal yang kecil (bijih yang dianggap "kaya" biasanya hanya memiliki kadar 3–8%), dan harus dipekatkan sebelum diekstraksi. Awalnya bijih tersebut diproses dengan penggilingan, pemisahan berdasarkan berat, pengapungan buih, dan pengeringan. Konsentrat yang dihasilkan memiliki kadar massa 30%–80% (umumnya 50–60%).
Konsentrat ini selanjutnya diubah menjadi logam timbal (yang belum murni). Ada dua cara melakukan hal ini, yang disebut "proses dua tahap" dan "proses langsung". Belakangan ini, proses langsung lebih sering dilakukan, tetapi masih banyak juga yang melakukan proses dua tahap.
Proses dua tahap
Negara | Produksi (ribu ton) |
---|---|
Tiongkok | 2.400 |
Australia | 500 |
Amerika Serikat | 335 |
Peru | 310 |
Meksiko | 250 |
Rusia | 225 |
India | 135 |
Bolivia | 80 |
Swedia | 76 |
Turki | 75 |
Iran | 41 |
Kazakhstan | 41 |
Polandia | 40 |
Afrika Selatan | 40 |
Korea Utara | 35 |
Irlandia | 33 |
Makedonia | 33 |
Lainnya | 170 |
Awalnya, timbal yang masih dalam bentuk sulfida (PbS) dipanggang di udara agar teroksidasi:
- 2 PbS(s) + 3 O2(g) → 2 PbO(s) + 2 SO2(g)↑
Karena timbal sulfida yang diolah masih belum murni, pemanggangan ini menghasilkan tidak hanya timbal(II) oksida (PbO) seperti reaksi di atas, tetapi juga campuran oksida, sulfat, dan silikat dari timbal maupun logam-logam lain yang terdapat dalam bijih. PbO tak murni ini lalu direduksi oleh kokas (karbon dari batu bara) dalam sebuah tanur tiup:
- 2 PbO(s) + C(s) → 2 Pb(s) + CO2(g)↑
Karena pereaksinya tidak murni, hasil reaksi ini pun tidak murni dan mengandung logam pengotor seperti arsenik, antimon, bismut, seng, tembaga, perak, dan emas. Selanjutnya pengotor-pengotor ini dimurnikan, umumnya melalui sebuah proses pirometalurgi. Hasil dari proses sebelumnya (yang masih berupa lelehan panas) diolah melalui . Ke dalam tanur pantul dicampurkan udara, uap air, dan sulfur, yang dapat mengoksidasi pengotor-pengotor yang ada, kecuali perak, emas, dan bismut. Pengotor yang telah teroksidasi akan memadat dan mengapung sehingga dapat dipisahkan. Emas dan perak lalu dipisahkan melalui proses Parkes dengan cara mencampurkan cairan seng. Seng melarutkan emas dan perak tetapi tidak bercampur dengan timbal. Seng ini dapat dipisahkan, lalu emas dan perak yang terlarut didalamnya diambil sebagai hasil samping. Bismut dipisahkan dengan proses Betterton–Kroll, yaitu mencampurkan kalsium dan magnesium yang menghasilkan senyawa bismut yang mengapung.
Selain proses pirometalurgi, pemurnian timbal juga dapat dilakukan melalui proses elektrolisis yang disebut yang menghasilkan kemurnian lebih tinggi. Namun, proses ini sangat mahal sehingga hanya dilakukan jika benar-benar dibutuhkan.
Proses langsung
Pada proses langsung, logam timbal dihasilkan langsung dari konsentrat. Konsentrat yang—seperti proses primer—mengandung timbal sulfida (PbS) dilelehkan dalam sebuah tanur dan dioksidasi menghasilkan timbal(II) oksida atau PbO. Karbon (dari kokas maupun gas batubara) ditambahkan ke dalam lelehan ini bersama dengan fluks (bahan yang dapat bereaksi terus menerus). Karbon ini mereduksi PbO menjadi logam Pb, yang tercampur dengan terak (ampas) PbO dan pengotor lain.
Jika konsentrat masukan proses ini memiliki kadar timbal tinggi, 80% dari timbal yang ada dapat menjadi logam Pb, sedangkan sisanya akan menjadi PbO yang tercampur di dalam terak. Jika konsentrat hanya memiliki kadar timbal rendah, semua timbal yang ada akan teroksidasi dan hanya menjadi terak. Terak ini kaya akan timbal (25–40%), dan logamnya dapat diperoleh dengan proses pembakaran tenggelam, reduksi dalam tanur busur listrik, atau kombinasi keduanya.
Proses lain
Para peneliti juga mencari proses penambangan timbal yang lebih bersih dan hemat energi. Namun, sejauh ini metode-metode alternatif memiliki kelemahan, di antaranya adalah banyaknya timbal yang terbuang dalam terak, serta tingginya kadar belerang pada logam timbal yang dihasilkan. Salah satu teknik yang mendapat perhatian peneliti adalah ekstraksi hidrometalurgi melalui elektrolisis. Dalam proses ini, timbal kotor digunakan sebagai anode, dan listrik dialirkan sehingga timbal kotor larut dan akan mengendap di katode sebagai timbal murni. Namun, saat ini proses ini masih belum ekonomis kecuali di lokasi dengan sumber listrik amat murah.
Sekunder
Negara | Produksi (ribu ton) |
---|---|
Tiongkok | 1.480 |
Amerika Serikat | 1.020 |
India | 357 |
Korea Selatan | 340 |
Jerman | 248 |
Meksiko | 195 |
Brazil | 190 |
Spanyol | 166 |
Italia | 160 |
Britania Raya | 157 |
Jepang | 153 |
Kanada | 151 |
Proses sekunder dilakukan dengan daur ulang barang bekas yang mengandung timbal. Barang bekas yang paling umum adalah baterai asam timbal; selain itu, pipa timbal, lembaran timbal, maupun pelapis kabel juga banyak digunakan. Dalam proses sekunder, sering kali tidak perlu dilakukan reduksi seperti halnya pada proses primer, karena timbal pada barang bekas sudah berupa unsur (bukan senyawa). Hanya kasus-kasus tertentu (misalnya timbal yang telah teroksidasi, atau bahan yang berupa senyawa seperti sisa baterai) perlu diproses dengan reduksi. Jika reduksi dibutuhkan, prosesnya mirip dengan pada proses primer, dan biasanya dilakukan pada tanur tiup atau tanur putar. Perbedaan utama kedua tanur ini adalah kadar pengotornya: tanur tiup biasanya menghasilkan timbal keras dengan 10% antimon, sedangkan tanur putar biasanya menghasilkan timbal semilunak (3–4% antimon). Selain itu juga ada , yang di atas kertas juga dapat dilakukan untuk proses primer. Pada proses ini, sampah baterai asam timbal (yang terdiri dari timbal oksida dan timbal sulfat) direaksikan dengan basa untuk memisahkan sulfatnya, lalu direaksikan dengan karbon pada sebuah tanur beroksigen. Proses ini menghasilkan timbal tak murni, pengotor utamanya biasanya adalah antimon. Pemurnian hasil ini mirip dengan pemurnian pada proses primer, tetapi kadang sebagian tahap pemurnian dapat ditiadakan tergantung pengotor yang terdapat dalam bahan yang didaur ulang.
Kegunaan
Timbal sebagai unsur
Logam timbal memiliki banyak sifat fisik yang berguna, di antaranya massa jenis tinggi, titik leleh rendah, mudah ditarik, dan relatif lengai. Banyak unsur logam lain yang memiliki sebagian sifat ini, bahkan lebih baik daripada timbal, tetapi umumnya logam-logam tersebut lebih langka atau sulit ditambang. Namun, timbal mulai ditinggalkan karena sifat racunnya.
Timbal digunakan sebagai peluru sejak abad pertengahan. Timbal cocok untuk kegunaan ini karena murah, bertitik leleh rendah sehingga dapat dicetak dengan peralatan sederhana, dan bermassa jenis tinggi sehingga lebih mampu mempertahankan kecepatannya setelah ditembakkan. Saat ini, timbal masih menjadi bahan utama peluru, dan biasanya dipadukan dengan logam lain sebagai pengeras. Namun, ada kekhawatiran bahwa penggunaan peluru timbal untuk berburu dapat merusak lingkungan.
Sifat timbal yang padat dan tahan korosi dimanfaatkan untuk banyak hal. Logam ini digunakan sebagai pemberat pada lunas kapal karena massa besar dan volume kecilnya mengurangi gesekan air maupun goyangan kapal akibat angin. Timbal juga digunakan pada tali pengikat selam skuba karena beratnya memudahkan penyelam turun di air. Pada tahun 1993, dasar Menara Pisa diperkuat menggunakan 600 ton timbal. Logam ini juga digunakan untuk melapisi kabel bawah laut karena bersifat tahan korosi.
Timbal banyak digunakan dalam arsitektur dan konstruksi bangunan. Lembaran timbal digunakan sebagai bahan atap, kelongsong, talang, dan tembok atap. Timbal juga masih digunakan sebagai bahan patung, termasuk pada angkurnya. Dulunya timbal juga digunakan untuk menjaga keseimbangan roda mobil, tetapi diganti bahan lain karena alasan kesehatan dan lingkungan.
Timbal digunakan dalam paduan tembaga, termasuk kuningan dan perunggu, agar bahan tersebut menjadi mudah dipotong dan lebih lumas. Karena tidak larut dalam tembaga, timbal membentuk globul (globule, tetesan kecil) yang padat pada celah-celah dalam paduan timbal-tembaga tersebut. Pada konsentrasi rendah, globul-globul ini berfungsi sebagai pelumas dan mencegak robeknya paduan tersebut saat dipotong atau diolah. Paduan dengan konsentrasi timbal tinggi digunakan untuk membuat bantalan pada mesin. Pada paduan timbal seperti ini, timbal berfungsi sebagai pelumas sedangkan tembaga berfungsi untuk menahan beban.
Timbal juga digunakan sebagai peredam suara, getaran, atau radiasi. Hal ini disebabkan kepadatan dan nomor atom timbal yang tinggi, serta sifatnya yang mudah dibentuk. Timbal tidak memiliki frekuensi resonansi alami, alhasil lembaran timbal digunakan sebagai insulasi pada tembok, lantai, dan langit-langit studio suara.Pipa organ sering dibuat dari timbal yang dipadukan dengan timah untuk mengendalikan nada tiap pipa. Timbal merupakan bahan utama untuk penangkal radiasi dalam ruangan sinar X maupun penelitian nuklir, karena kepadatannya yang tinggi dan sifatnya yang sulit ditembus radiasi. Timbal cair digunakan sebagai pendingin pada jenis reaktor nuklir yang disebut reaktor cepat berpendingin timbal.
Pada abad ke-21, penggunaan timbal yang terbesar adalah dalam baterai asam timbal. Dalam baterai ini, tegangan listrik dihasilkan oleh reaksi antara timbal, timbal(IV) oksida, dan asam sulfat.Superkapasitor yang menggunakan baterai asam timbal telah digunakan di Amerika Serikat, Australia, dan Jepang. Baterai asam timbal jauh lebih murah dibanding alternatifnya yaitu baterai ion litium, tetapi memiliki kepadatan energi yang lebih rendah dan efisiensi siklus pengisian (charge-discharge efficiency) yang lebih buruk.
Timbal digunakan sebagai insulasi pada kabel tegangan tinggi untuk mencegah meresapnya air, tetapi mulai ditinggalkan dan diganti bahan lain. Penggunaan timbal dalam solder juga mulai ditinggalkan untuk mengurangi limbah yang mencemari lingkungan. Timbal digunakan dalam Tes Oddy (bersama perak dan tembaga) untuk mendeteksi zat-zat yang dapat merusak karya seni rupa di museum.
Sebagai senyawa
Senyawa-senyawa timbal digunakan dalam baterai asam timbal (bersama-sama dengan logam timbal). Selain itu, senyawa timbal saat ini hanya digunakan untuk kegunaan yang sangat khusus dan banyak ditinggalkan. Senyawa timbal digunakan untuk pigmen merah dan kuning untuk mewarnai keramik dan gelas. Penggunaan cat timbal telah ditinggalkan di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi masih umum di negara berkembang seperti Indonesia, Tiongkok, dan India. Timbal(IV) asetat dan timbal(IV) oksida banyak digunakan sebagai oksidator dalam reaksi kimia organik. Senyawa timbal juga ditambahkan pada plastik PVC untuk insulasi alat-alat listrik. Senyawa timbal juga bisa ditambahkan pada lilin agar lebih awet saat dibakar; tetapi karena sifat racunnya, negara-negara Eropa dan Amerika Utara menggantinya dengan seng.Kaca timbal dibuat dari 12–28% timbal(II) oksida, yang memengaruhi sifat optiknya dan dapat melemahkan radiasi pengion. Senyawa-senyawa timbal juga digunakan sebagai semikonduktor, misalnya timbal telurida dan timbal selenida yang digunakan untuk sel fotovoltaik dan detektor inframerah.
Dampak terhadap tubuh manusia
Walaupun timbal tidak diketahui memiliki fungsi khusus secara biologi, unsur ini sangat banyak ditemui dalam tubuh manusia. Kadar rata-rata timbal dalam tubuh manusia dewasa mencapai 120 mg, logam berat tertinggi ketiga setelah zat besi (4000 mg) dan seng (2500 mg).Garam-garam timbal diserap tubuh dengan mudah. Pada orang dewasa, 1% timbal disimpan dalam tulang dan sisanya dibuang melalui urin dan feses setelah beberapa minggu. Namun, pada anak-anak, hanya sepertiga timbal yang dibuang oleh tubuh, dan pemaparan secara terus-menerus dapat menyebabkan bioakumulasi.
Toksisitas
Timbal merupakan racun yang kuat (baik jika dihirup atau ditelan), dapat memengaruhi hampir semua organ dan sistem dalam tubuh manusia. Menurut National Institute for Occupational Safety and Health di Amerika Serikat, timbal dengan konsentrasi 100 mg/m3 di udara memiliki status "berbahaya langsung" (kode bahasa Inggris "IDLH", immediately dangerous to life and health). Jika timbal terhirup, hampir semuanya akan diserap masuk ke peredaran darah. Faktor utama dalam sifat racun timbal adalah kecenderungannya mengganggu fungsi-fungsi enzim dengan cara mengikat gugus tiol dalam banyak enzim, maupun berkompetisi dengan unsur logam penting yang menjadi kofaktor dalam banyak . Logam-logam yang sering disaingi oleh timbal adalah zat besi, seng, dan kalsium. Tubuh yang kekurangan zat besi dan kalsium cenderung lebih rentan keracunan timbal.
Gejala
Timbal menyebabkan kerusakan otak dan ginjal yang dapat berakhir dengan kematian. Dengan meniru (menggantikan posisi) kalsium, timbal dapat menembus sawar darah otak, lalu mengurangi dan merusak selubung mielin yang membungkus neuron, menggangu jalur pengiriman sinyal pada saraf, dan mengurangi pertumbuhan neuron. Dalam tubuh, timbal menghambat enzim dan ferokelatase, sehingga mencegah terbentuknya porfobilinogen dan mengikatnya besi ke protoporfirin IX, yang merupakan tahap terakhir pembentukan molekul heme. Akibatnya, pembentukan heme dalam tubuh menjadi tidak efektif dan menyebabkan anemia mikrositik.
Gejala keracunan timbal di nataranya nefropati (kerusakan ginjal), mulas, dan kadang disertai lemahnya jari, pergelangan tangan, dan kaki. Keracunan ini juga dapat menyebabkan sedikit kenaikan tekanan darah, yang dapat menyebabkan anemia terutama pada penderita berumur menengah atau tua. Beberapa penelitian (kebanyakan bermetode potong lintang) menemukan keterkaitan antara kontak dengan timbal dengan berkurangnya variabilitas denyut jantung. Pada wanita hamil, pemaparan timbal yang tinggi dapat menyababkan keguguran. Pemaparan yang tinggi dan terus-menerus juga dapat mengurangi kesuburan pria.
Timbal juga dapat mengganggu proses pembentukan sinapsis di korteks otak besar maupun pembentukan senyawa neurokimia serta saluran ion dalam otak anak yang sedang tumbuh. Pemaparan timbal pada anak kecil telah dikaitkan dengan meningkatnya risiko gangguan tidur maupun kantuk di siang hari pada masa anak akhir. Kadar timbal tinggi dalam darah pada anak perempuan dikaitkan dengan terlambatnya pubertas. Selain itu, ada hipotesis bahwa naik dan turunnya kadar timbal di udara akibat penggunaan tetra etil timbal pada abad ke-20 berkorelasi dengan naik turunnya tingkat kriminalitas, tetapi hipotesis ini masih belum diterima kebanyakan ilmuwan.
Sumber paparan
Paparan timbal adalah masalah global karena penambangan, pengolahan, dan penggunaan barang-barang berbahan timbal banyak terjadi di berbagai negara. Timbal dapat masuk tubuh manusia dengan dihirup, ditelan, atau diserap kulit. Hampir semua timbal yang dihirup akan diserap tubuh, sedangkan timbal yang ditelan biasanya diserap sebesar 20–70%, dan anak-anak menyerap lebih banyak dibanding dewasa.
Keracunan biasanya terjadi akibat makanan atau minuman yang terkontaminasi timbal. Selain itu, kadang timbal masuk karena tidak sengaja menelan tanah, debu, atau cat yang terkontaminasi. Air laut dapat mengandung timbal jika dicemari limbah industri. Tanah dapat terkontaminasi melalui akumulasi partikel limbah dari pipa, cat, maupun emisi bahan bakar yang ditambahi aditif timbal. Buah dan sayuran juga dapat terkontaminasi jika tumbuh di tanah berkadar timbal tinggi.
Penggunaan pipa timbal dapat berbahaya di daerah dengan air asam atau air lunak.Air sadah membentuk lapisan pelindung pada permukaan pipa, sedangkan air asam atau lunak dapat melarutkan dan menyerap timbal. Air yang berkarbondioksida dapat menyerap timbal menjadi timbal bikarbonat (Pb(HCO3)2, air yang beroksigen juga dapat menyerap timbal menjadi timbal(II) hidroksida. Meminum air yang terkontaminasi seperti ini dapat menyebabkan masalah kesehatan. Ini dapat dicegah jika air memiliki kesadahan tinggi, karena kalsium karbonat dan kalsium sulfat pada air sadah akan bereaksi dengan timbal membentuk timbal karbonat atau timbal sulfat yang melapisi permukaan pipa.
Cat timbal sering tertelan oleh anak-anak, misalnya ketika anak itu menjilat kusen atau bagian bangunan lain. Selain itu, ketika cat tersebut mulai terkelupas, partikelnya menjadi debu dan dapat menempel di mulut, makanan, atau minuman.
Timbal juga dapat masuk melalui hirupan, terutama pada perokok dan pekerja di sektor yang melibatkan timbal. Isotop radioaktif timbal-210 (bersama racun-racun lain) sering ada dalam rokok, yang berasal dari jenik pupuk fosfat yang digunakan untuk tembakau. Penyerapan melalui kulit biasanya terjadi pada pekerjaan yang melibatkan senyawa timbal organik. Senyawa timbal anorganik biasanya lebih sulit diserap melalui kulit.
Pengobatan
Keracunan timbal biasanya ditangani dengan dimerkaprol dan asam dimerkaptosuksinat (DMSA). Pada kasus yang lebih parah, kadang diperlukan natrium kalsium edetat (natrium kalsium EDTA). EDTA lebih terikat pada timbal dibanding kalsium, sehingga dalam tubuh obat ini akan melepaskan kalsiumnya untuk diganti dengan timbal, membentuk senyawa kelat dengan timbal yang akan keluar melalui urin.
Dampak lingkungan
Penambangan, pengolahan, dan pembuangan timbal menyebabkan kontaminasi dalam tanah dan air. Emisi timbal ke atmosfer mencapai puncaknya selama Revolusi Industri dan selama penggunaan aditif timbal di bahan bakar. Timbal dilepaskan dari sumber alam (misal akibat aktvitas vulkanik), maupun dari kegiatan manusia, misalnya industri, pembakaran, daur ulang, dan kegiatan manusia yang mengganggu timbal yang sebelumnya tertimbun. Tanah dan endapan di daerah industri dan perkotaan banyak mengandung kadar timbal tinggi. Emisi akibat pembakaran batubara sering terjadi. Masalah-masalah ini sering lebih parah di negara berkembang akibat kurangnya peraturan, infrastruktur pengolahan sampah, dan banyaknya praktik penggunaan timbal yang telah ditinggalkan di negara maju.
Timbal dapat terakumulasi di tanah, terutama tanah dengan kadar organik tinggi, dan bertahan hingga ratusan atau ribuan tahun. Timbal dapat bersaing dengan logam-logam lain dalam tubuh dan permukaan tanaman sehingga mengganggu proses fotosintesis, bahkan pada konsentrasi tinggi dapat membahayakan pertumbuhan dan hidup tumbuhan itu. Kontaminasi timbal dapat mengikuti rantai makanan, sehingga kontaminasi pada tanah dan tumbuhan akan menyebabkan juga kontaminasi pada hewan atau mikroorganisme yang memakannya. Pada hewan, timbal meracuni banyak organ, merusak sistem saraf, ginjal, reproduksi, pembuatan sel darah, dan peredaran darah. Ikan dapat menyerap timbal melalui air dan endapan yang terdapat di habitatnya, sehingga unsur ini dapat terakumulasi melalui rantai makanan dan membahayakan hewan-hewan laut lainnya.
Penggunaan timbal dalam peluru dan peralatan memancing juga memperparah kontaminasi unsur ini di lingkungan. Selain industri, dua hal ini adalah penyebab utama kontaminasi timbal. Pada 2017, Amerika Serikat sempat melarang penggunaan timbal pada peluru dan peralatan memancing (tetapi dibatalkan dalam 1 bulan setelah pergantian pemerintahan); Uni Eropa mempertimbangkan memberlakukan larangan serupa.
Metode analisis untuk menentukan keberadaan timbal di lingkungan di antaranya metode spektrofotometri, fluoresensi sinar-X, spektroskopi atomik, dan elektrokimia. Metode elektrokimia dapat dilakukan dengan menggunakan ionofor S,S'-Metilenebis(N,N-diisobutilditiokarbamat).
Pembatasan dan pembersihan
Sejak 1980, negara-negara maju mulai mengurangi penggunaan timbal untuk industri. Amerika Serikat mengeluarkan peraturan-peraturan untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan timbal pada produk selain baterai, termasuk bensin, cat, solder, dan sistem pipa air. Alat penangkap partikel dipasang pada pembangkit listrik tenaga batubara untuk mencegah emisi timbal. Pada 1992, Kongres Amerika Serikat memerintahkan Environmental Protection Agency mengurangi kadar timbal darah pada anak-anak Amerika Serikat. Uni Eropa mengeluarkan Direktif RoHS yang membatasi penggunaan timbal.
Di Amerika Serikat, peraturan yang berlaku pada 2012 membatasi konsentasi timbal di tempat kerja menjadi maksimal 50 μg/m3 selama 8 jam kerja, dan kadar timbal darah dibatasi maksimal 5 μg per 100 g. Timbal dalam kadar berbahaya masih ditemukan pada tembikar,vinil, dan kuningan tertentu. Banyak negara maju telah melarang penjualan cat timbal putih (lihat Konvensi Cat Timbal Putih 1921), tetapi masih dipakai untuk pigmen kuning yang berbahan timbal kromat. Membersihkan cat timbal pada bangunan lama dapat melepaskan debu timbal yang mudah terhirup. Beberapa negara mewajibkan penghilangan timbal di bangunan-bangunan yang ditinggali anak-anak.
Tiongkok, salah satu produsen cat terbesar dunia, membatasi kadar timbal pada cat interior bangunan, cat dekoratif, maupun cat mainan anak-anak. Batas maksimalnya adalah 90 ppm (bagian per sejuta) jika diekstraksi dengan reaksi asam standar, sebanding dengan kira-kira 600 ppm kadar timbal total. Namun, penelitian yang dilakukan lembaga antipencemaran IPEN serta Insight Explorer di akhir 2014 menunjukkan bahwa sekitar setengah dari sampel yang diteliti melebihi batas ini. Bahkan, 34% dari sampel memiliki kadar timbal total yang dianggap "sangat berbahaya", yaitu di atas 10.000 ppm.
Ilmuwan juga meneliti cara menghilangkan timbal secara biologi. Jamur Aspergillus versicolor mampu menyerap ion timbal yang terlarut dalam air limbah industri. Penelitian dilakukan terhadap berbagai bakteri yang diduga dapat membersihkan timbal dari lingkungan, di antaranya Desulfovibrio dan Desulfotomaculum; keduanya bersifat reduktor sulfat dan efektif dalam air. Tulang ikan juga saat ini diteliti sifat bioremediasinya pada timbal yang terkandung di tanah.
Keterangan
- Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat lema timbal,timbel , dan plumbum untuk unsur ini. Selain itu kadang istilah timah hitam digunakan, tetapi timbal adalah unsur yang berbeda dengan timah (Sn, nomor atom 50) yang kadang disebut juga timah putih.
- Bandingkan dengan titik leleh besi yaitu 1536 °C, tembaga yaitu 1084 °C, dan aluminum yaitu 660 °C. Ada juga yang lebih rendah dibanding timbal, misalnya timah (231,9 °C).
- Hal ini disebabkan jumlah proton atau neutron yang genap biasanya meningkatkan kestabilan inti sebuah atom, relatif dibandingkan inti atom dengan jumlah ganjil. Tidak ada unsur bernomor atom ganjil yang memiliki lebih dari dua isotop stabil, sedangkan semua unsur bernomor genap memiliki lebih dari satu isotop stabil, termasuk timah (nomor atom 50) yang memiliki jumlah isotop stabil tertinggi yaitu 10.
- Timbal-205 hanya dapat meluruh melalui penangkapan elektron. Oleh karena itu, jika tidak ada elektron dan atom timbal telah terionisasi penuh, atom isotop ini tidak dapat meluruh.
- Perlu diketahui bahwa angka-angka kelimpahan ini adalah perkiraan dan dapat berubah-ubah tergantung sumber yang digunakan. Lihat pula Kelimpahan unsur di kerak bumi untuk perbandingan angka kelimpahan beberapa sumber.
- Bahkan, Frankenburg 2014, hlm. 16 menganggap timbal sebagai penyebab Julius Caesar hanya memiliki satu anak dan penerusnya Augustus tidak memiliki anak.
- Negara bagian California di Amerika Serikat melarang peluru timbal pada Juli 2015 karena alasan ini.
- Lihat Progressive Dynamics, Inc. untuk rincian cara kerja baterai asam timbal.
- Kadar ini berbeda-beda tergantung negara. Kadar timbal darah juga berbeda-beda, misalnya di Amerika Serikat rata-rata ukur timbal darah adalah 1,3 µg/dl (mikrogram per dekaliter), sedangkan di India rata-rata adalah 5,3 µg/dl, di Tiongkok 4,3–8,3 µg/dl, dan Thailand 9,8 µg/dl. Negara berkembang cenderung memiliki kadar lebih tinggi karena lebih banyaknya sumber pemaparan, kurangnya gizi, banyaknya anak, kurangnya infrastruktur daur ulang, kurangnya regulasi serta kurangnya pengawasan kesehatan.
- Kuningan ini disebut Chinese brass ("Kuningan Cina") yang dasarnya adalah tembaga dan seng yang dipadukan dengan timbal, besi, timah, dan kadang antimon.
Referensi
Versi bahasa Inggris bertanggal 2018 dari artikel ini telah melewati proses ulasan sejawat (di sini), telah dimuat dalam jurnal WikiJournal of Science dan dapat dirujuk sebagai: Boldyrev M, et al. (2018). "Lead: properties, history, and applications". WikiJournal of Science. 1 (1): 7. doi:10.15347/wjs/2018.007. |
- (Indonesia) "Timbal". KBBI Daring. Diakses tanggal 17 Juli 2022.
- Meija et al. 2016.
- Weast, Astle & Beyer 1983, hlm. E110.
- KBBI, timbal
- KBBI, timbel
- KBBI, plumbum
- Soedowo 2012, hlm. 152.
- Lide 2005, hlm. 10-179.
- Norman 1996, hlm. 36.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 226–27, 374.
- Christensen 2002, hlm. 867.
- Considine & Considine 2013, hlm. 501, 2970.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 372.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 372–73.
- Lide 2005, hlm. 12-35, 12-40.
- Lide 2005, hlm. 4-13, 4-21, 4-33.
- Vogel & Achilles 2013, hlm. 8.
- Anderson 1869, hlm. 341–43.
- Gale & Totemeier 2003, hlm. 15–2–15–3.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 8.
- Lide 2005, hlm. 12-219.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 6.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 13.
- Lide 2005, hlm. 12-45.
- Blakemore 1985, hlm. 272.
- Webb, Marsiglio & Hirsch 2015.
- IAEA - Nuclear Data Section 2017.
- Stone 1997.
- Marcillac et al. 2003, hlm. 876–78.
- Beeman et al. 2013.
- Radioactive Decay Series 2012.
- Committee on Evaluation of EPA Guidelines for Exposure to Naturally Occurring Radioactive Materials et al. 1999.
- Smirnov, Borisevich & Sulaberidze 2012.
- Levin 2009, hlm. 40–41.
- Webb 2000, hlm. 115.
- Wrackmeyer & Horchler 1990.
- Cangelosi & Pecoraro 2015.
- Fiorini 2010, hlm. 7–8.
- Takahashi et al. 1987.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 373.
- Thürmer, Williams & Reutt-Robey 2002, hlm. 2033–35.
- Bretherick 2016, hlm. 1442.
- Harbison, Bourgeois & Johnson 2015, hlm. 132.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 374.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 11–12.
- Polyanskiy 1986, hlm. 20.
- Kaupp 2014, hlm. 9–10.
- Dieter & Watson 2009, hlm. 509.
- Hunt 2014, hlm. 215.
- King 1995, hlm. 43–63.
- Bunker & Casey 2016, hlm. 89.
- Whitten, Gailey & David 1996, hlm. 904–5.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 384.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 387.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 389.
- Zuckerman & Hagen 1989, hlm. 426.
- Funke 2013.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 382.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 388.
- Toxicological Profile for Lead 2007, hlm. 277.
- Downs & Adams 2017, hlm. 1128.
- Brescia 2012, hlm. 234.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 381.
- Mosseri, Henglein & Janata 1990, hlm. 2722–26.
- Konu & Chivers 2011, hlm. 391–92.
- Hadlington 2017, hlm. 59.
- Röhr 2017.
- Alsfasser 2007, hlm. 261–63.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 393.
- Stabenow, Saak & Weidenbruch 2003.
- Polyanskiy 1986, hlm. 43.
- Greenwood & Earnshaw 1998, hlm. 404.
- Wiberg, Wiberg & Holleman 2001, hlm. 918.
- Toxicological Profile for Lead 2007, hlm. 287.
- Polyanskiy 1986, hlm. 44.
- Zýka 1966, hlm. 569.
- Lodders 2003, hlm. 1222–23.
- Roederer et al. 2009, hlm. 1963–80.
- Lochner, Rohrbach & Cochrane 2005, hlm. 12.
- Lodders 2003, hlm. 1224.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 608–615.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 551.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 608–609.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 553.
- Frebel 2015, hlm. 114–15.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 608–610.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 595.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 596.
- Burbidge et al. 1957, hlm. 582, 609–615.
- Langmuir & Broecker 2012, hlm. 183–184.
- Davidson et al. 2014, hlm. 4–5.
- Emsley 2011, hlm. 286, passim.
- Cox 1997, hlm. 182.
- United States Geological Survey 2017, hlm. 97.
- Davidson et al. 2014, hlm. 4.
- Rieuwerts 2015, hlm. 225.
- Hong et al. 1994, hlm. 1841–43.
- Rich 1994, hlm. 4.
- Winder 1993b.
- History of Cosmetics.
- Yu & Yu 2004, hlm. 26.
- Toronto museum explores 2003.
- Bisson & Vogel 2000, hlm. 105.
- Lead sling bullet.
- Rich 1994, hlm. 5.
- United States Geological Survey 1973.
- Soedowo 2012, hlm. 159.
- Soedowo 2012, hlm. 162.
- de Callataÿ 2005, hlm. 361–72.
- Ceccarelli 2013, hlm. 35.
- Ossuaries and Sarcophagi.
- Rich 1994, hlm. 6.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 179–84.
- Bisel & Bisel 2002, hlm. 459–60.
- Retief & Cilliers 2006, hlm. 149–51.
- Grout 2017.
- Hodge 1981, hlm. 486–91.
- Gilfillan 1965, hlm. 53–60.
- Nriagu 1983, hlm. 660–63.
- Frankenburg 2014, hlm. 16.
- Scarborough 1984.
- Reddy & Braun 2010, hlm. 1052.
- Delile et al. 2014, hlm. 6594–99.
- Winder 1993a.
- Rich 1994, hlm. 7.
- Rich 1994, hlm. 8.
- Cotnoir 2006, hlm. 35.
- Kellett 2012, hlm. 106–07.
- Samson 1885, hlm. 388.
- Sinha et al. 1993.
- Ramage 1980, hlm. 8.
- Tungate 2011, hlm. 14.
- Donnelly 2014, hlm. 171–172.
- Nakashima et al. 1998, hlm. 59.
- Ashikari 2003, hlm. 65.
- Bisson & Vogel 2000, hlm. 85.
- Bisson & Vogel 2000, hlm. 131–32.
- Rabinowitz 1995, hlm. 66.
- Gill & Libraries Board of South Australia 1974, hlm. 69.
- Lead mining.
- Rich 1994, hlm. 11.
- Riva et al. 2012, hlm. 11–16.
- Hernberg 2000, hlm. 246.
- Crow 2007.
- Markowitz & Rosner 2000, hlm. 37.
- Uekoetter 2004, hlm. 132.
- More et al. 2017.
- American Geophysical Union 2017.
- Centers for Disease Control and Prevention 1997.
- Rich 1994, hlm. 117.
- Rich 1994, hlm. 17.
- Rich 1994, hlm. 91–92.
- Zhang et al. 2012, hlm. 2261–73.
- United States Geological Survey 2005.
- Tolliday 2014.
- Guberman 2016, hlm. 42.14–15.
- Graedel 2010.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 56.
- Davidson et al. 2014, hlm. 6.
- Davidson et al. 2014, hlm. 17.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 51.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 51–52.
- Davidson et al. 2014, hlm. 25.
- Primary Lead Refining.
- Pauling 1947.
- Davidson et al. 2014, hlm. 23.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 52–53.
- United States Environmental Protection Agency 2010, hlm. 1.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 57.
- Baird & Cann 2012, hlm. 537–38, 543–47.
- California Department of Fish and Wildlife.
- Parker 2005, hlm. 194–95.
- Krestovnikoff & Halls 2006, hlm. 70.
- Street & Alexander 1998, hlm. 182.
- Jensen 2013, hlm. 136.
- Think Lead research.
- Weatherings to Parapets.
- Lead garden ornaments 2016.
- Putnam 2003, hlm. 216.
- Copper Development Association.
- Rich 1994, hlm. 101.
- Guruswamy 2000, hlm. 31.
- Audsley 1965, hlm. 250–51.
- Palmieri 2006, hlm. 412–13.
- National Council on Radiation Protection and Measurements 2004, hlm. 16.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 7.
- Tuček, Carlsson & Wider 2006, hlm. 1590.
- Progressive Dynamics, Inc.
- Olinsky-Paul 2013.
- Gulbinska 2014.
- Rich 1994, hlm. 133–34.
- Zhao 2008, hlm. 440.
- Beiner et al. 2015.
- Szczepanowska 2013, hlm. 84–85.
- Burleson 2001, hlm. 23.
- Ismawati et al. 2013, hlm. 2.
- Insight Explorer & IPEN 2016.
- Singh 2017.
- Zweifel 2009, hlm. 438.
- Wilkes et al. 2005, hlm. 106.
- Randerson 2002.
- Nriagu & Kim 2000, hlm. 37–41.
- Amstock 1997, hlm. 116–19.
- Rogalski 2010, hlm. 485–541.
- Emsley 2011, hlm. 280.
- World Health Organization 2000, hlm. 149–53.
- Gottessfeld 2016, hlm. 3.
- Gottessfeld 2016, hlm. 4.
- Emsley 2011, hlm. 280, 621, 255.
- Luckey & Venugopal 1979, hlm. 177–78.
- Toxic Substances Portal.
- United States Food and Drug Administration 2015, hlm. 42.
- National Institute for Occupational Safety and Health.
- Occupational Safety and Health Administration.
- Rudolph et al. 2003, hlm. 369.
- Dart, Hurlbut & Boyer-Hassen 2004, hlm. 1426.
- Kosnett 2006, hlm. 238.
- Cohen, Trotzky & Pincus 1981, hlm. 904–06.
- Sokol 2005, hlm. 133, passim.
- Mycyk, Hryhorczuk & Amitai 2005, hlm. 462.
- Liu et al. 2015, hlm. 1869–74.
- Schoeters et al. 2008, hlm. 168–75.
- Casciani 2014.
- Tarragó 2012, hlm. 16.
- Toxicological Profile for Lead 2007, hlm. 4.
- Bremner 2002, hlm. 101.
- Agency for Toxic Substances and Disease Registry.
- Thornton, Rautiu & Brush 2001, hlm. 17.
- Moore 1977, hlm. 109–15.
- Wiberg, Wiberg & Holleman 2001, hlm. 914.
- Tarragó 2012, hlm. 11.
- Centers for Disease Control and Prevention 2015.
- Wani, Ara & Usman 2015, hlm. 57, 58.
- Prasad 2010, hlm. 651–52.
- Masters, Trevor & Katzung 2008, hlm. 481–83.
- United Nations Environment Programme 2010, hlm. 4.
- United Nations Environment Programme 2010, hlm. 61.
- Trace element emission 2012.
- United Nations Environment Programme 2010, hlm. 6.
- Assi et al. 2016.
- World Health Organization 1995.
- UK Marine SACs Project 1999.
- United Nations Environment Programme 2010, hlm. 9.
- McCoy 2017.
- Cama 2017.
- Layton 2017.
- Hauser 2017, hlm. 49–60.
- Auer et al. 2016, hlm. 4.
- Petzel, Juuti & Sugimoto 2004, hlm. 122–124.
- Agency for Toxic Substances and Disease Registry 2017.
- Grandjean 1978, hlm. 303–21.
- Levin et al. 2008, hlm. 1288.
- Duda 1996, hlm. 242.
- Marino et al. 1990, hlm. 1183–85.
- Schoch 1996, hlm. 111.
- Insight Explorer & IPEN 2016, hlm. 2.
- Insight Explorer & IPEN 2016, hlm. 1.
- Insight Explorer & IPEN 2016, hlm. 1–2.
- Freeman 2012, hlm. a20–a21.
- Acton 2013, hlm. 94–95.
- Park et al. 2011, hlm. 162–74.
- Young 2012.
Daftar pustaka
- Acton, Q. A., ed. (2013). Issues in Global Environment—Pollution and Waste Management: 2012 Edition. . ISBN 978-1-4816-4665-9.
- . "Information for the Community: Lead Toxicity" (MP4 webcast, 82 MB). Diakses tanggal 11 Februari 2017.
- (2017). "Lead Toxicity. What Are U.S. Standards for Lead Levels?". Diakses tanggal 12 Juni 2018.
- Alsfasser, R. (2007). Moderne anorganische Chemie [Kimia anorganik modern] (dalam bahasa Jerman). Walter de Gruyter. ISBN 978-3-11-019060-1.
- American Geophysical Union (2017). "Human Activity Has Polluted European Air for 2000 Years". Eos Science News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-27. Diakses tanggal 2018-12-23.
- Amstock, J. S. (1997). Handbook of Glass in Construction. . ISBN 978-0-07-001619-4.
- Anderson, J. (1869). "Malleability and ductility of metals". Scientific American. 21 (22): 341–43. doi:10.1038/scientificamerican11271869-341.
- Ashikari, M. (2003). "The memory of the women's white faces: Japaneseness and the ideal image of women". Japan Forum. 15 (1): 55–79. doi:10.1080/0955580032000077739.
- Assi, M. A.; Hezmee, M. N. M.; Haron, A. W.; et al. (2016). "The detrimental effects of lead on human and animal health". Veterinary World. 9 (6): 660–671. doi:10.14202/vetworld.2016.660-671. ISSN 0972-8988. PMC 4937060 . PMID 27397992.
- (1965). The Art of Organ Building. 2. Courier. ISBN 978-0-486-21315-6.
- Auer, Charles M.; Kover, Frank D.; Aidala, James V.; Greenwood, Mark (1 Maret 2016). Toxic Substances: A Half Century of Progress (PDF) (Laporan). EPA Alumni Association. Diakses tanggal 1 Januari 2019.
- Baird, C.; Cann, N. (2012). Environmental Chemistry (edisi ke-5). W. H. Freeman and Company. ISBN 978-1-4292-7704-4.
- Becker, M.; Förster, C.; Franzen, C.; et al. (2008). "Persistent radicals of trivalent tin and lead". . 47 (21): 9965–78. doi:10.1021/ic801198p. PMID 18823115.
- Beeman, J. W.; Bellini, F.; Cardani, L.; et al. (2013). "New experimental limits on the a decays of lead isotopes". . 49 (50): 50. arXiv:1212.2422 . Bibcode:2013EPJA...49...50B. doi:10.1140/epja/i2013-13050-7.
- Beiner, G. G.; Lavi, M.; Seri, H.; et al. (2015). "Oddy Tests: Adding the Analytical Dimension". Collection Forum. 29 (1–2): 22–36. doi:10.14351/0831-4985-29.1.22. ISSN 0831-4985.
- Bharara, M. S.; Atwood, D. A. (2006). "Lead: Inorganic ChemistryBased in part on the article Lead: Inorganic Chemistry by Philip G. Harrison which appeared in theEncyclopedia of Inorganic Chemistry, First Edition". Lead: Inorganic Chemistry. doi:10.1002/0470862106.ia118. ISBN 978-0470860786.
- ; Bisel, J. F. (2002). "Health and nutrition at Herculaneum". Dalam Jashemski, W. F.; Meyer, F. G. The Natural History of Pompeii. Cambridge University Press. hlm. 451–75. ISBN 978-0-521-80054-9.
- Bisson, M. S.; Vogel, J. O. (2000). Ancient African Metallurgy: The Sociocultural Context. Rowman & Littlefield. ISBN 978-0-7425-0261-1.
- Blakemore, J. S. (1985). Solid State Physics. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-31391-9.
- Burleson, M. (2001). The Ceramic Glaze Handbook: Materials, Techniques, Formulas. New York, NY: . ISBN 9781579904395.
- Bremner, H. A. (2002). Safety and Quality Issues in Fish Processing. Elsevier. ISBN 978-1-85573-678-8.
- Brenner, G. A. (2003). Webster's New World American Idioms Handbook. John Wiley & Sons. ISBN 978-0-7645-2477-6.
- Brescia, F. (2012). Fundamentals of Chemistry: A Modern Introduction. Elsevier. ISBN 978-0-323-14231-1.
- Bretherick, L. (2016). Bretherick's Handbook of Reactive Chemical Hazards. Elsevier. ISBN 978-1-4831-6250-8.
- Bunker, B. C.; Casey, W. H. (2016). The Aqueous Chemistry of Oxides. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-938425-9.
- Burbidge, E. M.; Burbidge, G. R.; Fowler, W. A.; et al. (1957). "Synthesis of the Elements in Stars" (PDF). . 29 (4): 547–654. Bibcode:1957RvMP...29..547B. doi:10.1103/RevModPhys.29.547. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 2018-12-23.
- . "Nonlead Ammunition in California". www.wildlife.ca.gov. Diakses tanggal 17 Mei 2017.
- de Callataÿ, F. (2005). "The Graeco-Roman economy in the super long-run: Lead, copper, and shipwrecks". . 18: 361–72. doi:10.1017/S104775940000742X.
- Cama, T. (2017). "Interior secretary repeals ban on lead bullets". . Diakses tanggal 30 Mei 2018.
- Cangelosi, V. M.; Pecoraro, V. L. (2015). "Lead". Dalam Roduner, E. Nanoscopic Materials: Size-Dependent Phenomena and Growth Principles. Royal Society of Chemistry. hlm. 843–875. ISBN 978-1-78262-494-3.
- Casciani, D. (2014). "Did removing lead from petrol spark a decline in crime?". BBC News. Diakses tanggal 30 January 2017.
- Ceccarelli, P. (2013). Ancient Greek Letter Writing: A Cultural History (600 BC- 150 BC). OUP Oxford. ISBN 978-0-19-967559-3.
- Centers for Disease Control and Prevention (1997). "Update: blood lead levels--United States, 1991-1994". . 46 (7): 141–146. ISSN 0149-2195. PMID 9072671.
- Centers for Disease Control and Prevention (2015). "Radiation and Your Health". Diakses tanggal 28 Februari 2017.
- Christensen, N. E. (2002). "Relativistic Solid State Theory". Dalam Schwerdtfeger, P. Relativistic Electronic Structure Theory — Fundamentals. Theoretical and Computational Chemistry. 11. Elsevier. hlm. 867–68. doi:10.1016/s1380-7323(02)80041-3. ISBN 978-0-08-054046-7.
- Cohen, A. R.; Trotzky, M. S.; Pincus, D. (1981). "Reassessment of the Microcytic Anemia of Lead Poisoning". Pediatrics. 67 (6): 904–906. PMID 7232054.
- Committee on Evaluation of EPA Guidelines for Exposure to Naturally Occurring Radioactive Materials; Commission on Life Sciences; Division on Earth and Life Studies; National Research Council (1999). Evaluation of Guidelines for Exposures to Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Materials. National Academies Press. hlm. 26, 30–32. ISBN 978-0-309-58070-0.
- Considine, D. M.; Considine, G. D. (2013). Van Nostrand's Scientific Encyclopedia. Springer Science & Business Media. ISBN 978-1-4757-6918-0.
- Copper Development Association. "Leaded Coppers". copper.org. Diakses tanggal 10 Juli 2016.
- Cotnoir, B. (2006). The Weiser Concise Guide to Alchemy. . ISBN 978-1-57863-379-1.
- Cox, P. A. (1997). The Elements: Their Origin, Abundance and Distribution. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-855298-7.
- Crow, J. M. (2007). "Why use lead in paint?". Chemistry World. Royal Society of Chemistry. Diakses tanggal 22 Februari 2017.
- Dart, R. C.; Hurlbut, K. M.; Boyer-Hassen, L. V. (2004). "Lead". Dalam Dart, R. C. Medical Toxicology (edisi ke-3). . hlm. 1426. ISBN 978-0-7817-2845-4.
- Davidson, A.; Ryman, J.; Sutherland, C. A.; et al. (2014). "Lead". Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry. doi:10.1002/14356007.a15_193.pub3. ISBN 978-3-527-30673-2.
- Delile, H.; Blichert-Toft, J.; Goiran, J.-P.; et al. (2014). "Lead in ancient Rome's city waters". . 111 (18): 6594–99. Bibcode:2014PNAS..111.6594D. doi:10.1073/pnas.1400097111. ISSN 0027-8424. PMC 4020092 . PMID 24753588.
- Deltares; (2016). Lood en zinkemissies door jacht [Emisi timbal dan seng dari berburu] (PDF) (Laporan) (dalam bahasa Belanda). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-12. Diakses tanggal 18 Februari 2017.
- Dieter, R. K.; Watson, R. T. (2009). "Transmetalation reactions producing organocopper compounds". Dalam Rappoport, Z.; Marek, I. The Chemistry of Organocopper Compounds. 1. John Wiley & Sons. hlm. 443–526. ISBN 978-0-470-77296-6.
- Donnelly, J. (2014). Deep Blue. Hachette Children's Group. ISBN 978-1-4449-2119-9.
- Downs, A. J.; Adams, C. J. (2017). The Chemistry of Chlorine, Bromine, Iodine and Astatine: Pergamon Texts in Inorganic Chemistry. Elsevier. ISBN 978-1-4831-5832-7.
- Duda, M. B. (1996). Traditional Chinese Toggles: Counterweights and Charms. Editions Didier Millet. ISBN 978-981-4260-61-9.
- Ede, A.; Cormack, L. B. (2016). A History of Science in Society, Volume I: From the Ancient Greeks to the Scientific Revolution, Third Edition. . ISBN 978-1-4426-3503-6.
- (2011). Nature's Building Blocks: An A-Z Guide to the Elements. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-960563-7.
- "Encyclopedia Judaica: Ossuaries and Sarcophagi". www.jewishvirtuallibrary.org. Diakses tanggal 14 Juli 2018.
- Eschnauer, H. R.; Stoeppler, M. (1992). "Wine—An enological specimen bank". Dalam Stoeppler, M. Hazardous Materials in the Environment. Elsevier Science. hlm. 49–72 (58). doi:10.1016/s0167-9244(08)70103-3. ISBN 978-0-444-89078-8.
- (1908). "V.— The meanings and synonyms of plumbago". . 26 (2): 133–79. doi:10.1111/j.1467-968X.1908.tb00513.x.
- Finger, S. (2006). Doctor Franklin's Medicine. University of Pennsylvania Press. ISBN 978-0-8122-3913-3.
- Fiorini, E. (2010). "2.000 years-old Roman Lead for physics" (PDF). : 7–8. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-04-26. Diakses tanggal 29 Oktober 2016.
- Frankenburg, F. R. (2014). Brain-Robbers: How Alcohol, Cocaine, Nicotine, and Opiates Have Changed Human History. ABC-CLIO. ISBN 978-1-4408-2932-1.
- (2015). Searching for the Oldest Stars: Ancient Relics from the Early Universe. Princeton University. ISBN 978-0-691-16506-6.
- Freeman, K. S. (2012). "Remediating soil lead with fishbones". . 120 (1): a20–a21. doi:10.1289/ehp.120-a20a. PMC 3261960 . PMID 22214821.
- Funke, K. (2013). "Solid State Ionics: from Michael Faraday to green energy—the European dimension". . 14 (4): 1–50. Bibcode:2013STAdM..14d3502F. doi:10.1088/1468-6996/14/4/043502. PMC 5090311 . PMID 27877585.
- Gale, W. F.; Totemeier, T. C. (2003). Smithells Metals Reference Book. Butterworth-Heinemann. ISBN 978-0-08-048096-1.
- Gilfillan, S. C. (1965). "Lead poisoning and the fall of Rome". Journal of Occupational Medicine. 7 (2): 53–60. ISSN 0096-1736. PMID 14261844.
- Gill, T.; Libraries Board of South Australia (1974). The history and topography of Glen Osmond, with map and illustrations. Libraries Board of South Australia.
- Gottessfeld, Perry (2016). The Environmental And Health Impacts Of Lead Battery Recycling (PDF) (Laporan). Occupational Knowledge International.
- Graedel, T. E.; et al. (2010). Metal stocks in Society – Scientific Synthesis (PDF) (Laporan). International Resource Panel. hlm. 17. ISBN 978-92-807-3082-1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-02-24. Diakses tanggal 18 April 2017.
- (1978). "Widening perspectives of lead toxicity". Environmental Research. 17 (2): 303–21. Bibcode:1978ER.....17..303G. doi:10.1016/0013-9351(78)90033-6. PMID 400972.
- Greenwood, N. N.; Earnshaw, A. (1998). Chemistry of the Elements (edisi ke-2). Butterworth-Heinemann. ISBN 978-0-7506-3365-9.
- Grout, J. (2017). "Lead poisoning and Rome". Encyclopaedia Romana. Diakses tanggal 15 Februari 2017.
- Guberman, D. E. (2016). "Lead". 2014 Minerals Yearbook (PDF) (Laporan). United States Geological Survey. Diakses tanggal 8 Mei 2017.
- Gulbinska, M. K. (2014). Lithium-ion Battery Materials and Engineering: Current Topics and Problems from the Manufacturing Perspective. Springer. hlm. 96. ISBN 978-1-4471-6548-4.
- Guruswamy, S. (2000). Engineering properties and applications of lead alloys. Marcel Dekker. ISBN 978-0-8247-8247-4.
- Hadlington, T. J. (2017). On the Catalytic Efficacy of Low-Oxidation State Group 14 Complexes. Springer. ISBN 978-3-319-51807-7.
- Harbison, R. D.; Bourgeois, M. M.; Johnson, G. T. (2015). Hamilton and Hardy's Industrial Toxicology. John Wiley & Sons. ISBN 978-0-470-92973-5.
- Hauser, P. C. (2017). "Analytical Methods for the Determination of Lead in the Environment". Dalam Astrid, S.; Helmut, S.; Sigel, R. K. O. Lead: Its Effects on Environment and Health. Metal Ions in Life Sciences. 17. de Gruyter. doi:10.1515/9783110434330-003. ISBN 9783110434330. PMID 28731296.
- Hernberg, S. (2000). "Lead Poisoning in a Historical Perspective" (PDF). . 38 (3): 244–54. doi:10.1002/1097-0274(200009)38:3<244::AID-AJIM3>3.0.CO;2-F. PMID 10940962. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-04-13. Diakses tanggal 1 Maret 2017.
- "A History of Cosmetics from Ancient Times". Cosmetics Info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-29. Diakses tanggal 18 Juli 2016.
- Hodge, T. A. (1981). "Vitruvius, lead pipes and lead poisoning". . 85 (4): 486–91. doi:10.2307/504874. JSTOR 504874.
- Hong, S.; Candelone, J.-P.; Patterson, C. C.; et al. (1994). "Greenland ice evidence of hemispheric lead pollution two millennia ago by Greek and Roman civilizations" (PDF). Science. 265 (5180): 1841–43. Bibcode:1994Sci...265.1841H. doi:10.1126/science.265.5180.1841. PMID 17797222.
- Hunt, A. (2014). Dictionary of Chemistry. Routledge. ISBN 978-1-135-94178-9.
- IAEA - Nuclear Data Section (2017). "Livechart - Table of Nuclides - Nuclear structure and decay data". www-nds.iaea.org. International Atomic Energy Agency. Diakses tanggal 31 Maret 2017.
- Insight Explorer; IPEN (2016). New Study Finds Lead Levels in a Majority of Paints Exceed Chinese Regulation and Should Not be on Store Shelves (PDF) (Laporan). Diakses tanggal 3 Mei 2018.
- Ismawati, Yuyun; Primanti, Andita; Brosché, Sara; Clark, Clark; Weinberg, Jack; Denney, Valerie (2013). Timbal dalam Cat Enamel Rumah Tangga di Indonesia (PDF) (Laporan). BaliFokus & IPEN. Diakses tanggal 26 Desember 2018.
- Jensen, C. F. (2013). Online Location of Faults on AC Cables in Underground Transmission. Springer. ISBN 978-3-319-05397-4.
- Jones, P. A. (2014). Jedburgh Justice and Kentish Fire: The Origins of English in Ten Phrases and Expressions. Constable. ISBN 978-1-47211-389-4.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016.
- Kaupp, M. (2014). "Chemical bonding of main-group elements" (PDF). Dalam Frenking, G.; Shaik, S. The Chemical Bond: Chemical Bonding Across the Periodic Table. John Wiley & Sons. hlm. 1–24. doi:10.1002/9783527664658.ch1. ISBN 9783527664658.
- Kellett, C. (2012). Poison and Poisoning: A Compendium of Cases, Catastrophes and Crimes. Accent Press. ISBN 978-1-909335-05-9.[pranala nonaktif permanen]
- King, R. B. (1995). Inorganic Chemistry of Main Group Elements. . ISBN 978-1-56081-679-9.
- Konu, J.; Chivers, T. (2011). "Stable Radicals of the Heavy p-Block Elements". Dalam Hicks, R. G. Stable Radicals: Fundamentals and Applied Aspects of Odd-Electron Compounds. John Wiley & Sons. doi:10.1002/9780470666975.ch10. ISBN 978-0-470-77083-2.
- Kosnett, M. J. (2006). "Lead". Dalam Olson, K. R. Poisoning and Drug Overdose (edisi ke-5). . hlm. 238. ISBN 978-0-07-144333-3.
- Krestovnikoff, M.; Halls, M. (2006). Scuba Diving. . ISBN 978-0-7566-4063-7.
- Kroonen, G. (2013). Etymological Dictionary of Proto-Germanic. Leiden Indo-European Etymological Dictionary Series. 11. Brill. ISBN 978-90-04-18340-7.
- Langmuir, C. H.; Broecker, W. S. (2012). How to Build a Habitable Planet: The Story of Earth from the Big Bang to Humankind. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-14006-3.
- Lauwerys, R. R.; Hoet, P. (2001). Industrial Chemical Exposure: Guidelines for Biological Monitoring, Third Edition. CRC Press. ISBN 978-1-4822-9383-8.
- Layton, M. (2017). "Lead faces threat of new Euro ban". shootinguk.co.uk. Diakses tanggal 30 Mei 2018.
- "Lead sling bullet; almond shape; a winged thunderbolt on one side and on the other, in high relief, the inscription DEXAI "Catch!"". . Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-14. Diakses tanggal 30 April 2012.
- "Lead garden ornaments". H. Crowther Ltd. 2016. Diakses tanggal 20 Februari 2017.
- "Lead in Waste Disposal". United States Environmental Protection Agency. 2016. Diakses tanggal 28 Februari 2017.
- "Lead mining". The Northern Echo. Diakses tanggal 16 Februari 2016.
- Levin, H. L. (2009). The Earth Through Time. John Wiley & Sons. ISBN 978-0-470-38774-0.
- Levin, R.; Brown, M. J.; Kashtock, M. E.; et al. (2008). "Lead exposures in U.S. children, 2008: Implications for prevention". Environmental Health Perspectives. 116 (10): 1285–93. doi:10.1289/ehp.11241. PMC 2569084 . PMID 18941567.
- Lewis, J. (1985). "Lead Poisoning: A Historical Perspective". EPA Journal. 11 (4): 15–18. Diakses tanggal 31 January 2017.
- Lide, D. R., ed. (2005). CRC Handbook of Chemistry and Physics (edisi ke-85). CRC Press. ISBN 978-0-8493-0484-2.
- Liu, J.; Liu, X.; Pak, V.; et al. (2015). "Early blood lead levels and sleep disturbance in preadolescence". . 38 (12): 1869–74. doi:10.5665/sleep.5230. PMC 4667382 . PMID 26194570.
- Lochner, J. C.; Rohrbach, G.; Cochrane, K. (2005). "What is Your Cosmic Connection to the Elements?" (PDF). Goddard Space Flight Center. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 Desember 2016. Diakses tanggal 2 Juli 2017.
- Lodders, K. (2003). "Solar System abundances and condensation temperatures of the elements" (PDF). The Astrophysical Journal. 591 (2): 1220–47. Bibcode:2003ApJ...591.1220L. doi:10.1086/375492. ISSN 0004-637X.
- Luckey, T. D.; Venugopal, B. (1979). Physiologic and Chemical Basis for Metal Toxicity. Plenum Press. ISBN 978-1-4684-2952-7.
- Macintyre, J. E. (1992). Dictionary of Inorganic Compounds. CRC Press. ISBN 978-0-412-30120-9.
- Marcillac, P. de; Coron, N.; Dambier, G.; et al. (2003). "Experimental detection of ?-particles from the radioactive decay of natural bismuth". Nature. 422 (6934): 876–78. Bibcode:2003Natur.422..876D. doi:10.1038/nature01541. PMID 12712201.
- Marino, P. E.; Landrigan, P. J.; Graef, J.; et al. (1990). "A case report of lead paint poisoning during renovation of a Victorian farmhouse". . 80 (10): 1183–85. doi:10.2105/AJPH.80.10.1183. PMC 1404824 . PMID 2119148.
- ; Rosner, D. (2000). ""Cater to the children": the role of the lead industry in a public health tragedy, 1900–55". American Journal of Public Health. 90 (1): 36–46. doi:10.2105/ajph.90.1.36. PMC 1446124 . PMID 10630135.
- Masters, S. B.; Trevor, A. J.; Katzung, B. G. (2008). Katzung & Trevor's Pharmacology: Examination & Board Review (edisi ke-8). . ISBN 978-0-07-148869-3.
- McCoy, S. (2017). "The End of Lead? Federal Gov't Order Bans Sinkers, Ammo". GearJunkie. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-08. Diakses tanggal 30 Mei 2018.
- Meija, J.; Coplen, T. B.; Berglund, M.; et al. (2016). "Atomic weights of the elements 2013 (IUPAC Technical Report)". Pure and Applied Chemistry. 88 (3): 265–291. doi:10.1515/pac-2015-0305.
- Merriam-Webster. "Definition of LEAD". www.merriam-webster.com. Diakses tanggal 12 Agustus 2016.
- Moore, M. R. (1977). "Lead in drinking water in soft water areas—health hazards". Science of the Total Environment. 7 (2): 109–15. Bibcode:1977ScTEn...7..109M. doi:10.1016/0048-9697(77)90002-X. PMID 841299.
- More, A. F.; Spaulding, N. E.; Bohleber, P.; et al. (2017). "Next-generation ice core technology reveals true minimum natural levels of lead (Pb) in the atmosphere: Insights from the Black Death". GeoHealth. 1 (4): 211–219. doi:10.1002/2017GH000064. ISSN 2471-1403.
- Mosseri, S.; Henglein, A.; Janata, E. (1990). "Trivalent lead as an intermediate in the oxidation of lead(II) and the reduction of lead(IV) species". Journal of Physical Chemistry. 94 (6): 2722–26. doi:10.1021/j100369a089.
- Mycyk, M.; Hryhorczuk, D.; Amitai, Y.; et al. (2005). "Lead". Dalam Erickson, T. B.; Ahrens, W. R.; Aks, S. Pediatric Toxicology: Diagnosis and Management of the Poisoned Child. McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-07-141736-5.
- Nakashima, T.; Hayashi, H.; Tashiro, H.; et al. (1998). "Gender and hierarchical differences in lead-contaminated Japanese bone from the Edo period". Journal of Occupational Health. 40 (1): 55–60. doi:10.1539/joh.40.55.
- (2004). Structural Shielding Design for Medical X-ray Imaging Facilities. ISBN 978-0-929600-83-3.
- National Institute for Occupational Safety and Health. "NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards — Lead". www.cdc.gov. Diakses tanggal 18 November 2016.
- Navas-Acien, A. (2007). "Lead Exposure and Cardiovascular Disease—A Systematic Review". Environmental Health Perspectives. 115 (3): 472–482. doi:10.1289/ehp.9785. PMC 1849948 . PMID 17431501.
- Nikolayev, S., ed. (2012). "*lAudh-". Indo-European Etymology. starling.rinet.ru. Diakses tanggal 21 Agustus 2016.
- Norman, N. C. (1996). Periodicity and the s- and p-Block Elements. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-855961-0.
- Nriagu, J. O. (1983). "Saturnine gout among Roman aristocrats — Did lead poisoning contribute to the fall of the Empire?". . 308 (11): 660–63. doi:10.1056/NEJM198303173081123. PMID 6338384.
- Nriagu, J. O.; Kim, M-J. (2000). "Emissions of lead and zinc from candles with metal-core wicks". . 250 (1–3): 37–41. Bibcode:2000ScTEn.250...37N. doi:10.1016/S0048-9697(00)00359-4. PMID 10811249.
- . "Substance data sheet for occupational exposure to lead". www.osha.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Maret 2018. Diakses tanggal 1 Juli 2017.
- Olinsky-Paul, T. (2013). "East Penn and Ecoult battery installation case study webinar" (PDF). Clean Energy States Alliance. Diakses tanggal 28 Februari 2017.
- Palmieri, R., ed. (2006). The Organ. . ISBN 978-0-415-94174-7.
- "surma". Oxford English Dictionary (edisi ke-2). Oxford University Press. 2009.
- Park, J. H.; Bolan, N.; Meghara, M.; et al. (2011). "Bacterial-assisted immobilization of lead in soils: Implications for remediation" (PDF). Pedologist: 162–74. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 26 November 2015.
- Parker, R. B. (2005). The New Cold-Molded Boatbuilding: From Lofting to Launching. WoodenBoat Books. ISBN 978-0-937822-89-0.
- Parthé, E. (1964). Crystal Chemistry of Tetrahedral Structures. CRC Press. ISBN 978-0-677-00700-7.
- Pauling, L. (1947). General Chemistry. W. H. Freeman and Company. ISBN 978-0-486-65622-9.
- Peneva, S. K.; Jjuieva, K. D.; Tsukeva, E. A. (1981). "RHEED study of the initial stages of crystallization and oxidation of lead and tin". Journal of Crystal Growth. 53 (2): 382–396. Bibcode:1981JCrGr..53..382P. doi:10.1016/0022-0248(81)90088-9. ISSN 0022-0248.
- Petzel, S.; Juuti, M.; Sugimoto, Yu. (2004). "Environmental Stewardship with Regional Perspectives and Drivers of the Lead-free Issue". Dalam Puttlitz, K. J.; Stalter, K. A. Handbook of Lead-Free Solder Technology for Microelectronic Assemblies. CRC Press. ISBN 978-0-8247-5249-1.
- Polyanskiy, N. G. (1986). Fillipova, N. A, ed. Аналитическая химия элементов: Свинец [Kimia Analisis Unsur-Unsur: Timbal] (dalam bahasa Rusia). .
- Prasad, P. J. (2010). Conceptual Pharmacology. Universities Press. ISBN
wikipedia, wiki, buku, buku, perpustakaan, artikel, baca, unduh, gratis, unduh gratis, mp3, video, mp4, 3gp, jpg, jpeg, gif, png, gambar, musik, lagu, film, buku, permainan, permainan, ponsel, telepon, android, iOS, apel, ponsel, samsung, iPhone, xiomi, xiaomi, redmi, kehormatan, oppo, nokia, sonya, mi, pc, web, komputer